Jakarta, Gempita.co – Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional itu menuturkan bahwa untuk sementara pembukaan pariwisata untuk wisatawan asing masih ditinjau.
“Bukan berarti kita anti wisata asing, jangan sampai program ini dibuka lalu terjadi klaster baru. Yang tadinya daerah sudah jadi [zona] hijau tiba-tiba jadi hitam lagi,” ujar Erick pada webinar Forum Merdeka Barat 9 bertajuk Optimis Bangkit dari Pandemi, Sabtu (15/8/2020).
Dibukanya kembali pariwisata untuk wisatawan lokal bukan berarti pemerintah mengenyampingkan risiko penyebaran virus kluster domestik.
Pelonggaran pembatasan sosial saat ini tetap dengan penerapan protokol yang ketat, seperti yang sudah ditentukan dalam protokol kesehatan berbasis CHSE (Cleanliness, Healthy, Safety, and Environmental Sustainability) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, khususnya bagi para pelaku usaha maupun konsumen di sektor pariwisata.
“Kita enggak mau progress yang baik, hasil kerja keras tim Indonesia Sehat, harus mengulang dari titik 0 karena ada klaster baru. Pada prinsipnya kita mendukung tapi harus ada koordinasi yang tepat. [Ini juga] bukan berarti kita tidak memastikan keamanan wisata lokal. Boleh berwisata tapi protokol kesehatan harus dijalankan,” ujar Erick.
Sebelumnya, tahapan pemulihan sektor pariwisata dilakukan pertama kali di Bali, sebagai barometer pariwisata Indonesia, pada 9 Juli 2020 dengan membuka aktivitas ekonomi masyarakat secara bertahap dan terbatas.
Untuk tahap kedua akan dilakukan pada 31 Agustus 2020, aktivitas pariwisata dibuka namun hanya untuk wisatawan nusantara.
Selanjutnya untuk tahap ketiga, direncanakan akan dilakukan pada 11 September 2020 dengan membuka sektor pariwisata secara penuh dan sudah mulai membuka untuk kunjungan wisatawan mancanegara.
Namun untuk wisatawan mancanegara sepertinya harus menunggu pertimbangan yang lebih lama, setidaknya hingga akhir tahun 2020.
Menurut Erick Thohir, penundaan ini bukan tanpa alasan sebab dengan ketersediaan obat atau vaksin Covid-19 yang belum dapat dipastikan, pemerintah tidak ingin mengambil risiko terbentuknya kluster penularan baru.