WHO Umumkan 8 Obat Sirup Mengandung Etilen Glikol Menyebar di Asia Tenggara

Gempita.co – Ada 8 produk obat sirup yang mengandung etilen glikol yang tersebar di Asia Tenggara, dan mungkin juga dikonsumsi penduduk Indonesia.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menyebutkan, 8 produk tersebut berada di bawah standar. Produk-produk ini juga ditemukan di Indonesia dan dilaporkan secara publik oleh Badan POM pada tanggal 20 dan 30 Oktober 2022.

Bacaan Lainnya

“Produk medis [obat sirup] di bawah standar adalah produk yang gagal memenuhi standar kualitas,” demikian siaran pers WHO, Jumat (11/4/2022).

Adapun 8 obat yang mengandung etilen glikol tersebut di antaranya: Termorex sirup (hanya batch AUG22A06), Flurin DMP sirup, Unibebi Cough Sirup, Unibebi Demam Paracetamol Drops, Unibebi Demam Paracetamol Syrup, Paracetamol Drops (diproduksi oleh PT Afi Farma), Paracetamol Syrup (mint ) (diproduksi oleh PT Afi Farma) dan Sirup Vipcol.

Menurut WHO, produk-produk tersebut mengandung etilen glikol dan/atau dietilen glikol dalam jumlah yang tidak dapat diterima sebagai kontaminan.

Temuan ini juga telah dikonfirmasi oleh analisis laboratorium terhadap sampel oleh pihak resmi di Indonesia, BPOM.

Hingga saat ini, produk-produk tersebut telah ditemukan dan ditemukan di Indonesia. Namun mereka mungkin memiliki izin pemasaran di negara lain.

“Produk-produk ini mungkin telah didistribusikan, melalui pasar informal, ke negara atau wilayah lain,” tulis WHO.

Hingga Kamis (27/10/2022), Kementerian Kesehatan RI mencatat jumlah kasus akibat gagal ginjal mencapai 269 kasus. Sebanyak 73 kasus masih dalam perawatan dan 39 kasus sembuh. Sementara angka kematian akibat penyakit ini mencapai 157 kasus.

“Jadi pada tanggal 26 Oktober ini, tercatat 269 kasus yang dirawat ada 73 kasus 157 kasus yang meninggal berarti 58 persen dan sembuh 39 kasus,” ungkap Juru Bicara Kemenkes dr. Mohammad Syahril.

Dokter Syahril juga mengatakan bahwa setelah dikeluarkannya larangan konsumsi obat-obatan dalam sediaan cair atau sirup, ada penambahan sebanyak 3 kasus.

“Namun kami ingin sampaikan dari 18 (kenaikan sejak 24 Oktober) kasus yang betul-betul baru setelah edaran dari Kementerian Kesehatan melarang obat itu hanya 3 kasus ya,” kata dokter Syahril.

Sumber: ATN

 

Pos terkait