Singapura Deportasi UAS, Pemerintah Tak Mau Ikut Campur

Menko Polhukam Mahfud MD mengingatkan agar pejabat, baik itu pusat maupun daerah, tidak main-main dalam penggunaan anggaran bencana terutama saat pandemi Covid-19. (Foto: Antara)

Gempita.co – Masalah kasus deportasi Ustaz Abdul Somad (UAS), Indonesia tidak bisa mencampuri urusan kedaulatan negara Singapura.

“Itu hukum yang berlaku di Singapura, kita tidak bisa ikut campur,” ujar Mahfud di Nusa Dua, Bali, Rabu (18/5).

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) mengatakan pemerintah belum perlu untuk melakukan komunikasi diplomatik. “Kalau komunikasi antar pemerintah ya engga ya, karena di berbagai negara banyak yang begini. Apalagi jalur, komunikasi diplomatik akan lama,” ia menjelaskan.

Menurut Mahfud, kasus serupa dengan UAS banyak terjadi, dan belum ada kebutuhan hukum untuk kasus-kasus larangan masuk ke suatu negara.

Di sisi lain, Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Ahmad Nurwakhid mengatakan penolakan terhadap UAS sebagai upaya antisipasi atas potensi ancaman dan mencegah radikalisme.

Peristiwa itu bisa menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk juga melakukan pencehagan sejak hulu dengan melarang pandangan, pemahaman dan ideologi radikal yang bisa mengarah pada tindakan teror dan kekerasan.

“Singapura lebih hulu, yakni pre-emptive strike, pencegahan terhadap potensi ancaman aksi yang disebabkan oleh pandangan, doktrin dan ideologi,” ia menegaskan.

BNPT menghargai kebijakan pemerintah Singapura terhadap UAS. Singapura dinilai berani mengambil langkah karena jelas ceramah, sikap dan pandangan yang eksklusif, intoleran yang menjadi dasar munculnya pemahaman radikal terorisme.

“Pemahaman radikal akibat doktrin al-wala wa bara maupun takfiri,” katanya dikutip dari Publicanews.

Sementara itu Sekretaris Dewan Syuro Persaudaraan Alumni (PA) 21 Slamet Maarif menegaskan akan menggelar aksi di Kedutaan Besar Singapura di Jakarta.

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali