JAKARTA, Gempita.co- Siapa yang tak kenal ikan lele? Si ikan air tawar ini bisa dibilang salah satu komoditas paling “ngetop” di sektor perikanan. Tak sulit menemukan ikan berkumis ini, mulai dari “kaki lima” sampai “bintang lima”. Melalui serangkaian riset, ikan ini telah dikembangkan oleh para peneliti perikanan menjadi ikan lele “bermutu tiada tara” atau disingkat sebagai Mutiara.
Budidaya ikan lele terus berkembang karena ikan ini telah diterima sebagai salah satu ikan konsumsi utama serta dinilai mudah dalam aspek teknis budidayanya. Keberhasilan budidaya ikan lele sangat ditentukan oleh kualitas benih. Kualitas benih tersebut ditentukan oleh kualitas dari induk.
Untuk itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) melakukan pemuliaan ikan lele, yang menghasilkan strain unggul dengan nama Lele Mutiara.
Kepala BRSDM Sjarief Widjaja mengatakan, riset yang dikembangkan pihaknya mendukung tiga program terobosan KKP pada Tahun 2021-2024. Pertama, peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sumber daya alam perikanan tangkap untuk peningkatan kesejahteraan nelayan. Kedua, pengembangan perikanan budidaya untuk peningkatan ekspor. Ketiga, pembangunan kampung-kampung perikanan berbasis kearifan lokal.
Pemuliaan ikan lele khususnya mendukung poin kedua dan ketiga. Pemuliaan tersebut dilakukan oleh Balai Riset Pemuliaan Ikan (BRPI) Sukamandi yang terletak di Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. BRPI merupakan salah satu unit pelaksana teknis di bawah supervisi Pusat Riset Perikanan BRSDM.
Menurut Kepala BRPI Joni Haryadi, induk ikan lele Mutiara merupakan strain unggulan yang dihasilkan melalui kegiatan pemuliaan ikan lele Afrika (Clarias gariepinus) yang dilakukan di BRPI. Lele Mutiara telah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 77/KEPMEN-KP/2015.
“Ikan lele Mutiara memiliki pertumbuhan 20 sampai 70 persen lebih cepat dibandingkan strain lele yang lainnya. Selain itu, lele mutiara juga hemat dalam penggunaan pakan sehingga dapat menekan biaya pengeluaran,” kata Joni.
Angka rasio konversi pakan (FCR) lele Mutiara hanya 0,6–1. Adapun strain lele lainnya berkisar 1–1,2. Ikan lele Mutiara juga memiliki ketahanan yang tinggi terhadap penyakit. Hal ini dibuktikan dengan uji coba yang dilakukan dengan cara menginfeksi benih ikan lele Mutiara (melalui penyuntikan) dengan bakteri Aeromonas hydrophila selama 60 jam dengan tingkat mortalitas hanya 30 persen. Lele Mutiara juga memiliki tingkat keseragaman ukuran mencapai 70–80 persen.
Ia menambahkan, lele Mutiara dengan beberapa keunggulannya yang telah teruji secara ilmiah maupun secara lapangan dan dapat diterima oleh masyarakat pembudidaya ikan lele di berbagai wilayah Indonesia, meski karakteristik alamnya berbeda-beda.
“Dengan kata lain, ikan lele Mutiara mampu mendukung program ketahanan dan kedaulatan pangan masyarakat Indonesia,” tandas Joni.
Berbagai keunggulan menyebabkan tingginya permintaan kebutuhan akan induk dan benihnya. BRPI sebagai penghasil induk unggul merasa perlu untuk berkolaborasi agar induk hasil pemuliaan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Hingga saat ini tidak kurang dari 9.000 paket calon induk (45.000 ekor jantan dan 90.000 ekor betina) yang telah didistribusikan ke 217 Kabupaten/Kota dari 31 Provinsi di Indonesia.
Salah satu kolaborasi dilakukan BRPI dengan Pemerintah Kabupaten Jepara. Pada 3 April lalu, di Pendopo Kabupaten Jepara, Bupati Jepara Dian Kristiandi menerima 5 paket induk lele Mutiara yang diserahkan langsung oleh Kepala BRPI. Kerja sama ini diharapkan bermuara pada kemampuan menciptakan kemandirian benih lele Mutiara di Kota Ukir.
Setelah menerima bantuan paket indukan, Bupati Jepara langsung meneruskan penyerahan induk lele Mutiara kepada empat kelompok pembudidaya ikan. Keempatnya adalah Mina Barokah, Mina Usaha Mandiri, Mina Usaha Bersama, dan Pondok Pesantren Ummul Quro.
“Saya harap induk lele Mutiara dari BRPI ini dapat membantu meningkatkan kemandirian benih ikan lele di Kabupaten Jepara untuk memenuhi kebutuhan pembudidaya akan benih berkualitas. Jadi kita dapat meningkatkan produksi dan kesejahteraan masyarakat pembudidaya,” kata Dian.
Pangasuh Ponpes Ummu Quro Mashudi optimis, pendampingan langsung dari para peneliti akan menjadikan lele Mutiara berkembang lebih cepat dan proses transfer teknologi berjalan baik. Menurutnya, pondok pesantren memiliki potensi sebagai salah satu penggerak kekuatan ekonomi rakyat. Karena itu, melatih para santri mengenai kewirausahaan akan meningkatkan kompetensi dan daya saing santri. Secara khusus kewirausahaan budidaya perikanan disebutnya mampu menyiapkan sumber protein bagi lingkungan pondok serta menumbuhkan jiwa kewirausahaan yang harapannya menular ke masyarakat untuk kesejahteraan bersama.