Beijing, Gempita.co – Menghambat impor berbagai produk dari Australia, semakin memperuncing hubungan China dengan Negara Kanguru tersebut.
Diplomat Senior yang juga Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian secara terbuka mengakui alasan mengapa Beijing mengenakan tarif yang tinggi atas barang-barang impor asal Australia.
Hal itu sebagai sanksi ekonomi bagi dengan menegaskan bahwa Australia tidak bisa mengambil keuntungan dari China sambil “mencoreng” muka Negeri Panda itu.
Langkah China menerapkan tarif tinggi telah memukul sejumlah industri Australia. China antara lain memberlakukan tarif yang besar pada ekspor jelai dan anggur Australia, sambil menerapkan pula hambatan untuk beberapa produk lain dari negara itu seperti kayu, lobster dan batu bara.
China sebelumnya tidak pernah membingkai keputusan tersebut sebagai tindakan balasan politik. Misalnya, Beijing bersikeras mengenakan tarif tinggi atas anggur Australia karena dumping dengan harga yang tidak adil. Atau, produk Australia lainnya diblokir di Bea Cukai dengan alasan adanya masalah dengan biosekuriti atau pelabelan.
Sementara, para pejabat Australia sejak lama mencemooh klaim-klaim tersebut dan menyebutkan bahwa Beijing sengaja melakukan “penyangkalan yang masuk akal” untuk kebijakan sanksi ekonominya atas Australia.
Zhao Lijian akhirnya menanggalkan kepura-puraan tersebut. Ketika ditanya tentang penurunan ekspor pertanian Australia ke China, Zhao menegaskan bahwa Beijing memang sengaja mengincar barang-barang asal Australia.
“Saling menghormati adalah fondasi dan pelindung kerjasama praktis antarnegara,” katanya sebagaimana dilaporkan ABC News, Kamis (8/7/2021).
“Kami tidak akan membiarkan negara mana pun untuk menuai keuntungan dari bisnis dengan China sambil menuduh dan mencoreng China tanpa dasar dan merusak kepentingan inti China berdasarkan ideologi,” tegasnya.
Zhao juga menyatakan bahwa Australia sedang dihukum karena mencoba menyerang China atas nama Amerika Serikat.
“Ketika negara tertentu bertindak sebagai cakar kucing bagi orang lain, rakyatlah yang membayar kebijakan pemerintah yang salah arah,” katanya.
Bendahara Federal Josh Frydenberg tidak secara langsung mengomentari pernyataan Zhao, tetapi mengatakan Australia sedang berurusan dengan China yang “lebih tegas”. Dia juga menunjukkan bahwa Australia masih meraup pendapatan dalam jumlah besar dari ekspor bijih besi ke China.
“Mereka tidak merahasiakan fakta bahwa beberapa ekspor kami tidak sampai ke China – jelai, anggur, batu bara kami,” katanya kepada wartawan di Canberra.
“Tapi apa yang membuat jalan ke China karena mereka paling membutuhkannya adalah bijih besi kita, dan harga bijih besi berada pada rekor tertinggi. Dan itu memberikan pendapatan yang signifikan. Tetapi kami tidak akan mengutamakan kepentingan ekonomi. Kami akan mengutamakan kepentingan nasional yang lebih luas,” katanya.
Data awal menunjukkan bahwa sementara peternak sapi AS telah meraih pangsa pasar yang lebih besar di China dengan mengorbankan produsen Australia, sejumlah negara lain, termasuk Indonesia, Selandia Baru dan Prancis juga menerima keuntungan di sektor lain akibat ketegangan Australia-China.
Keretakan hubungan antara China dan Australia telah semakin dalam pada tahun 2021 setelah tahun 2020 terjadi pembekuan diplomatik tingkat tinggi dan dengan cepat meningkatkan perselisihan mengenai perdagangan, campur tangan asing, investasi China, wabah Covid-19, dan pelanggaran hak asasi manusia di China.
Meski hukuman ekonomi China tidak meningkat secara signifikan pada tahun ini, Beijing secara teratur terus mengkritik Australia dan menyalahkan pemerintah federal karena memburuknya hubungan.
Mei lalu, China menangguhkan sebagian besar dialog ekonomi dengan Australia. Sementara pada Juni, China mengumumkan akan membawa Australia ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) atas tarif Australia pada beberapa produknya. Di lain pihak, Australia juga telah menyeret China ke WTO atas tarifnya pada jelai dan anggur.
Sumber: asiatoday