China Lockdown: Shanghai dan Shezhen Dibikin Lumpuh Covid-19

Gempita.co – Shanghai, kota pelabuhan makmur dengan populasi sekitar 25 juta jiwa, memulai lockdown secara bertahap sejak bulan lalu ketika kasus COVID-19 meningkat hingga mencapai 200 ribu kasus per Selasa (12/4).

Pembatasan-pembatasan itu menyusul ditutupnya megalopolis teknologi China, Shenzhen, pada Maret lalu.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Aktivitas pelabuhan di kedua kota telah melambat akibat kekurangan staf dan karantina yang diberlakukan bagi awak kapal kargo yang baru tiba dari pelayaran internasional, kata pengamat.

Shanghai sendiri merupakan pelabuhan kontainer terbesar di dunia, sementara Shenzhen berada di peringkat empat.

Di pabrik-pabrik di China, yang menjadi tulang punggung perekonomian dalam negeri dan dunia, jumlah tenaga kerja yang “terbatas” dan penangguhan transportasi menyebabkan operator “hanya bisa mengandalkan persediaan di lokasi untuk memenuhi kebutuhan lini produksi seadanya,” ungkap perusahaan riset pasar yang berbasis di Taipei, TrendForce.

Media-media China juga melaporkan seluruh atau sebagian pabrik mobil BMW, Tesla dan Volkswagen di wilayah Shanghai untuk sementara ditutup.

Harga yang tinggi dan gangguan rantai pasokan terus terjadi setelah pandemi COVID-19 merebak ke seluruh dunia selama lebih dari dua tahun terakhir.

“Ada kekhawatiran besar bahwa ini akan memperparah gangguan rantai pasokan dunia dan juga pengiriman,” kata Rajiv Biswas, kepala ekonom Asia-Pasifik di HIS Markit, Singapura.

Harga-harga komoditas, batu bara dan bahan bakar yang lebih tinggi akan menerpa beberapa wilayah Asia apabila lockdown di China berkepanjangan, ungkapnya.

Gelombang kedua COVID-19 di China, setelah gelombang pertama terjadi pada awal 2020, telah menyebabkan kenaikan harga komoditas ekspor China akibat (gangguan) rantai pasokan, kata Jonathan Ravelas, kepala strategi pasar Banco de Oro Unibank di Filipina.

US-China Economic and Security Review Commission atau Komisi Kajian Keamanan dan Ekonomi Amerika-China mengatakan perebakan COVID-19 di China tahun 2020 “menyebabkan kegiatan perekonomian terhenti” dan menyebabkan PDB kuartal pertama negara itu anjlok sebesar 6,8 persen.

Komisi itu merujuk pada jatuhnya permintaan konsumen dan perlambatan kinerja pabrik. Transportasi dan pengiriman global juga “terbalik,” ungkap laporannya.

Sumber: voa

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali