Dugaan Rekayasa Lelang Bank of India Indonesia Semakin Mengemuka, Berikut Paparannya

ilustrasi

Jakarta, Gempita.co – Sebanyak empat orang saksi dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan lanjutan dugaan tindak pidana perbankan dengan terdakwa Ningsih Suciati mantan Dirut Bank of India Indonesia (BOII) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (18/6/2020).

Empat orang saksi itu adalah Ferry Koswara (mantan pimpinan KPO), Prima Sura Pandu Dwipanata (mantan AO), Aminah (mantan Ka Unit Kredit), dan Sri Budiarti (mantan Ka Legal).

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Satu persatu saksi dicecar pertanyaan oleh Majelis Hakim pimpinan M. Sainal, khususnya terkait proses lelang dan standar operasional prosedur (SOP) dari bank yang dulu bernama Bank Swadesi ini.

Dalam keterangannya, semua saksi mengakui mengenal terdakwa Ningsih Suciati yang saat ini sedang menjadi terpidana kasus pembobolan Bank Yudha Bhakti.

Usai sidang, saksi korban Rita dari PT Ratu Kharisma (RK) menanggapi keterangan empat orang saksi yang saat ini menyandang status tersangka dalam perkara serupa di Bareskrim Polri.

“Mereka yang membuat SOP sendiri, mereka juga yang melanggarnya, masa SOP dapat berubah sesuka hati mereka?. Ini kan aneh. Kami menduga proses lelang atas jaminan kami selaku debitur sudah direncanakan sedemikian rupa secara korporasi,” kata Rita.

Dalam keterangannya, jelas Rita, keempat orang saksi mengatakan sebelum lelang dilakukan pada tanggal 11 Februari 2011 telah memberitahukan kepada pihak debitur. Ia menegaskan semua itu tidak benar.

“Lelang dilakukan dengan menggunakan payung hukum Pasal 6 UU Hak Tanggungan, hanya 1 Hak Tanggungan, seharusnya jika 2 Hak Tanggungan berdasarkan Pasal 14. Mereka juga menyebut tidak menghalangi-halangi proses lelang, itu juga bohong,” tandasnya sembari memperlihatkan foto-foto yang diduga kelompok preman saat proses lelang ke-5.

“Kemudian, nilai apraisal dari Bank Swadesi saat itu Rp15,3 miliar nilai Hak Tanggungan Rp13,5 miliar dilelang rendah Rp6,3 miliar tanpa apraisal dan tanpa kesepakatan komite kredit,” tambah Rita.

Dia mengatakan, penentuan pakai apraisal index dan harga diturunkan sendiri, kemudian setelah dijual murah menagih lagi dengan cara menggugat dengan personal guarantee (jaminan pribadi) senilai Rp8,3 miliar.

Sebelum proses lelang, kata dia, sudah ada solusi pelunasan untuk penyelesaian kredit/pinjaman dari PT Cendekia Insan Gemilang pada 9 November 2010 kepada Bank Swadesi.

“Hanya dalam waktu 2 hari pada tanggal 11 November 2010 Bank Swadesi (BOII) langsung menjawab surat dari PT Cendekia Insan Gemilang Toto Kusdinar yang menyatakan menolak, malah menyarankan ikut proses lelang, artinya bersikukuh melakukan lelang dengan berbagai cara sekalipun melanggar SOP, tanpa diapresial dan tanpa ada kesepakatan komite kredit,” ungkap Rita.

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali