Hasil Survei BI: Optimisme Konsumen Terhadap Kondisi Ekonomi Tetap Terjaga

Gempita.co – Survei konsumen Bank Indonesia (BI) yang dilakukan pada bulan lalu, mengumumkan indeks keyakinan konsumen (IKK) terhadap ekonomi RI turun dari 124,7 menjadi 117,2.

Meski turun, Direktur Departemen Komunikasi BI Junianto Hendrawan mengungkapkan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi tetap terjaga. Pasalnya, hasil survei berada pada area optimistis atau lebih dari 100.

Bacaan Lainnya

“Survei Konsumen Bank Indonesia pada September 2022 mengindikasikan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi tetap terjaga,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (10/10).

Menurut Junianto, optimisme konsumen pada September 2022 juga ditopang tetap kuatnya indeks ekspektasi konsumen (IEK), terutama ekspektasi penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja.

Survei konsumen merupakan survei bulanan BI untuk mengetahui keyakinan konsumen mengenai kondisi ekonomi yang tercermin dari persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi konsumen terhadap kondisi perekonomian ke depan.

Sebelumnya, IKK tercatat di angka 128,2 atau turun dari 128,9 pada Juni 2022. IKK terhadap ekonomi RI turun lagi dari 128,2 menjadi 123,2 pada Juli 2022.

Ia menjelaskan perekonomian bali mayoritas ditopang oleh sektor pariwisata. Menurut Diah, resesi global bisa mengurangi jumlah wisatawan yang datang ke Pulau Dewata.

“Pemulihan ekonomi Bali sebagaimana pemulihan ekonomi nasional dan global menghadapi tantangan ke depan, dari sisi perlambatan ekonomi global dan peningkatan inflasi, ketidakpastian di pasar keuangan. Ini berpotensi mempengaruhi potensi kedatangan wisatawan nusantara dan mancanegara dalam negeri” ungkapnya di Ubud, Bali, Sabtu (1/10).

Saat ini, laju inflasi Bali pada Agustus tercatat 6,38 persen, tertinggi ke enam secara nasional.

Oleh karena itu, kata Diah, pihaknya selalu berkolaborasi dan bersinergi bersama pemerintah daerah untuk melakukan berbagai upaya demi mengendalikan inflasi.

“Kami kerja sama untuk gerakan nasional inflasi pangan. Pengendalian tersebut dilakukan dengan pemda dengan membagikan 77 ribu bibit cabai ke seluruh kabupaten/kota. Kami dorong kerja sama antar daerah fasilitasi daerah surplus dan minus,” tutur Diah.

Lebih lanjut, ia menuturkan perekonomian Bali saat ini tengah bergeliat pasca dihantam pandemi covid-19 dua tahun belakangan. Hal itu tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang mencapai 3,04 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada kuartal II 2022.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan ekonomi global akan terjerembab ke jurang resesi pada tahun depan.

Ia mengatakan resesi dipicu oleh satu faktor, kebijakan sejumlah bank sentral dunia yang agresif menaikkan bunga acuan demi meredam lonjakan inflasi. Sri Mulyani menyebut kebijakan itu pasti akan menekan pertumbuhan ekonomi.

Bank Dunia memperingatkan negara-negara di dunia akan risiko stagflasi, seiring dengan ancaman resesi ekonomi pada 2023 nanti.

Stagflasi adalah kondisi inflasi dan kontraksi yang terjadi secara bersamaan. Inflasi yang dimaksudkan melonjak, dengan pertumbuhan ekonomi menurun dan meningkatnya angka pengangguran. Umumnya, stagflasi terjadi saat resesi ekonomi.

Presiden Bank Dunia David Malpass bahkan meyakini risiko resesi di Eropa akan meningkat, sejalan dengan perlambatan ekonomi China

Kondisi yang mengancam negara-negara maju itu tentu saja menjadi kekhawatiran sendiri bagi negara berkembang, tak terkecuali Indonesia. Pertanyaannya, mungkinkah Indonesia juga akan terkena stagflasi?

Ekonom CORE Indonesia Mohammad Faisal menjelaskan inflasi Indonesia memang diperkirakan di kisaran 6 persen sampai 7 persen sepanjang tahun ini. Namun, Indonesia masih jauh dari bayang-bayang stagflasi.

“Inflasi memang meningkat, tapi peningkatannya masih di bawah AS dan Eropa,” jelasnya.

Sumber: parstoday

Pos terkait