Kenapa UMKM Indonesia ‘Tidak Naik Kelas’ ? Begini Penjelasan Menkop UKM

Jakarta, Gempita.co – Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) sedang mengembangkan sistem pendampingan terintegrasi pada skema pembiayaan UMKM melalui penguatan KUR, PNM, dana bergulir LPDB-KUMKM, maupun pembiayaan lainnya.

Program tersebut dilakukan sebagai upaya untuk mendorong akselerasi perubahan struktur UMKM.

Bacaan Lainnya

“Mengawali sambutan ini saya ingin menggulirkan satu pertanyaan mendasar: setiap tahun alokasi pembiayaan kita untuk UMKM, ambil contoh KUR, terus meningkat. Namun, mengapa struktur UMKM kita belum banyak berubah? Masih didominasi Usaha Mikro? Tidak naik kelas?” kata Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki saat menjadi keynote speech dalam acara BRI Microfinance Outlook 2021 “Building Sustainable Micro Finance Ecosystem  in the Digital Era” di Jakarta, Rabu (28/4/2021).

“Tentu tidak salah menjadi pelaku usaha mikro. Namun, karena sifat usaha ini lebih sebagai survival economy, maka peran negara adalah memastikannya agar terjadi transformasi, tumbuh menjadi kecil, menengah, dan seterusnya,” ujar Teten.

Menurut Teten, masalah utama pada lambannya perubahan pada struktur UMKM, karena selama ini, skema pembiayaan UMKM belum terintegrasi ke dalam pendampingan usaha baik di hulu hingga ke hilir, alias masih bersifat parsial.

“Ada UMKM yang mendapat pendampingan usaha, namun tetap tidak dapat mengakses pembiayaan perbankan, karena tidak otomatis mendapatkan izin usaha maupun sertifikasi produk misalnya. Ada pula yang sudah mendapatkan pembiayaan, namun tidak mendapatkan pendampingan pengembangan usaha sehingga berpuluh-puluh tahun tidak naik kelas dan tidak berkembang,” jelas Teten.

Teten menyebut Indonesia perlu belajar dari negara-negara lain seperti Jepang, Korea Selatan, dan Vietnam yang telah menerapkan sistem pendampingan terintegrasi. Di mana di negara-negara tersebut tidak memisahkan ekosistem pembiayaan UMKM dengan ekosistem pengembangan usaha.

“Ini yang sedang kami lakukan di KemenkopUKM melalui penguatan KUR, PNM, LPDB, dan pembiayaan lainnya. Misalnya, mereka yang dapat KUR harus sekaligus didampingi untuk mendapati perizinan usaha, sertifikasi, dan akses pasar. Pada 2021 kami menargetkan sebanyak 2,5 juta Usaha Mikro mendapatkan izin usaha (NIB) dan sertifikasi halal gratis,” paparnya.

“Piloting pemberdayaan dan model bisnis UMKM terintegrasi tadi sedang kami lakukan di sejumlah daerah. Kami menargetkan 100 koperasi modern terbentuk di 2021 terutama korporatisasi pangan (pertanian, perikanan, dan peternakan) khususnya di wilayah perhutanan sosial. Sebagai contoh kemitraan pisang di Lampung,” tambah Teten.

Sebagaimana diketahui bahwa Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan afirmasi UMKM berupa penerbitan UU 11/ 2020 tentang Cipta Kerja yang diturunkan melalui PP No. 7/2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Teten mengatakan aturan ini berupaya agar UMKM naik kelas melalui pendakatan terintegrasi (hulu-hilir). Mulai dari kemudahan perizinan, bantuan hukum, sertifikasi halal gratis, pendampingan dan pelatihan usaha, skema kemitraan, akses pembiayaan, promosi produk, dan belanja pemerintah untuk UMKM.

“Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga baru memberikan arahan kepada kami untuk meningkatkan rasio kredit perbankan untuk UMKM menjadi lebih dari 30% di 2024. Plafon KUR dari sebelumnya maksimum Rp500 juta naik menjadi Rp20 miliar. Dan, KUR tanpa agunan naik dari 50 juta menjadi 100 juta. Afirmasi ini menandai prioritas kita untuk segera melahirkan UMKM-UMKM unggul dan mendunia di seluruh pelosok negeri,” tandas Teten

Pos terkait