Jakarta, Gempita.co – Indonesia menentang keputusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyetujui rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menghapus ganja dari zat terlarang.
Kepala Biro Humas Protokol Badan Narkotika Nasional (BNN), Brigjen Sulistyo Pudjo Hartono mengatakan, keputusan diambil berdasarkan voting yang dilakukan oleh Komisi Obat Narkotika (CND).
Pudjo mengungkapkan, 27 negara setuju, 25 negara menolak, serta satu negara yang tidak bersikap. Salah satu negara yang menentang adalah Indonesia.
“Indonesia posisinya mengajukan keberatan, walaupun kita hormati keputusan voting,” ujar dia, Sabtu (5/12/2020).
Menurut Pudjo, perwakilan Indonesia saat ini menyampaikan bahwa sulit memisahkan antara ganja dengan kandungan zat di dalamnya.
Sebab jika merujuk pada hasil voting, ganja bukan lagi masuk kategori obat paling berbahaya, tapi kandungan zat di dalam ganja tetap dinyatakan zat berbahaya.
“Hasil voting tetap melarang ekstrak dari ganja dilarang misal Tetrahidrocanabinol. Itu adalah unsur narkotika sangat berbahaya, dan THC adanya di dalam ganja. Sementara hasil voting menghapus ganja dari obat paling berbahaya. Ini tentu sulit,” jelasnya.
Pudjo memandang, kesepakatan tersebut juga berimbas pada penegakan hukum di seluruh dunia termasuk Indonesia. Misalnya ketika mengimpor obat-obatan dari negara-negara yang melegalkan ganja untuk pemanfaatan medis.
“Ke depan timbul dinamika hukum yang berat. Kaitanya dengan impor obat, dikhawatirkan obat yang mengandung ganja bebas masuk ke Indonesia,” terangnya.
Meski demikian, Pudjo menegaskan bahwa Indonesia tetap berpedoman kepada Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Artinya, siapapun yang menyalahgunakan ganja dapat dijerat pidana.
“UU kita tegas dan belum berubah. Kalau ada orang menanam ganja, menggunakan ganja tetap dipidana,” tandasnya.
Sumber: ATN/AsiaToday