Oleh Prof. OC Kaligis
Kepada yang terhormat semua para petinggi hukum dan media pencinta keadilan Indonesia sebagai negara hukum.
Dengan segala hormat,
Saya Prof. Otto Cornelis Kaligis, dalam hal ini bertindak baik sebagai advokat, praktisi, maupun sebagai akademisi, yang banyak menelurkan para pengacara papan atas, para cendekiawan hukum (catatan: sekarang telah menghasilkan kurang lebih 24 gelar doktor hukum yang pernah menjadi asisten saya), bersama surat terbuka ini hendak membuat kilas balik mengenai perkembangan hukum era reformasi:
1. Di awal era reformasi, saya dan sekelompok para pengurus advokat dan advokat senior, dengan mengenakan toga advokat berjalan kaki dari Hotel Sari Pacific ke Gedung DPR/MPR.
2. Seruan dan imbauan kami saat itu agar era reformasi didasarkan pada penegakkan hukum, bebas korupsi dan seruan kami juga merupakan bahagian perjuangan para pejuang Orde Reformasi.
3. Muncul para pemimpin baru seperti misalnya Amien Rais dan kawan-kawan, Akbar Tanjung eks Menterinya Bapak Presiden Soeharto dan banyak para menteri lainnya yang dibesarkan oleh Bapak Presiden Soeharto.
4. Padahal para menteri, para petinggi yang di saat era Reformasi berbalik haluan, ketika menjadi menterinya Bapak Presiden, anggota DPRRI/MPR, mereka semua ikut menyetujui kebijakan rencana pembangunan lima tahun (Repelita), termasuk rencana pembangunan hukum.
5. Seingat saya Repelita ke-III mulai 1 April 1979: Amanat Pemerintah pada angka 8 adalah: Pemerataan memperoleh keadilan.
6. Walaupun perjuangan Pak Harto dalam bidang memperoleh keadilan sudah dilakukan sejak tahun 1979, era Reformasi masih saja berjuang untuk memperoleh keadilan tersebut.
7. Berturut-turut untuk melengkapi tercapainya tujuan Reformasi dalam penegakkan hukum, dibentuklah Undang-undang KKN, Undang-undang Tipikor, yang para penyidiknya diharapkan dapat menjadikan era Reformasi, era bebas korupsi.
8. Belum lagi untuk lebih menuntaskan upaya pemberantasan korupsi, turut dibentuk Kompolnas, Komisi Yudisial, dan segala macam komisi pengawasan, yang nyatanya juga tidak berdaya memberantas korupsi.
9. Media pun sangat mendukung upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK, dan pendukung utamanya adalah ICW , ICW yang diduga dibiayai oleh KPK dan sumbangan donasi luar negeri.
10. Ketika di era kepemimpinan Antasari Azhar yang benar-benar hendak membuat pemerintahan bersih bebas korupsi melalui KPK yang dipimpinnya, justru ketika mempidanakan Aulia Pohan, besan Presiden SBY, Antasari dikriminalisasi melalui rekayasa dakwaan pembunuhan.
11. Sebagai praktisi yang punya pengalaman membela perkara didalam dan di luar negeri, saya sangat yakin bahwa perkara rekayasa pembunuhan atas diri Antasari tidak lebih merupakan rekayasa atas dirinya.
12. Kesaksian ahli forensik dokter Mun’im Idris, dapat menyimpulkan bahwa penembakan yang dituduhkan kepada Antasari adalah tidak terbukti.
13. Persidangan menyebutkan adanya 3 peluru di tubuh korban Nasrudin Zulkarnaen, pada faktanya ditubuh Nasrudin hanya ada dua peluru.
14. Belum lagi alat bukti lainnya, yang sempat dimintakan oleh Antasari kepada polisi ketika Antasari bebas. Bukti tersebut tak pernah dipertunjukkan baik di pengadilan maupun oleh penyidik polisi.
15. Lebih aneh lagi karena dalam upaya PK-nya Antasari, turut mendukung upaya hukum Antasari adalah para keluarga Nasrudin Zulkarnaen.
16. Bahkan ketika dr. forensik Mun’im bermaksud menjadi ahli Antasari di persidangan Peninjauan Kembali, tiba-tiba tanpa sebab yang jelas, dr. Mun’im Idris menghadap pencipta-Nya.
17. Bahkan perjuangan Antasari mendapatkan keadilan, melalui kepolisian dipetieskan.
18. Tanpa ragu Antasari menuduh keterlibatan SBY ketika SBY mengirim bos MNC, saudara Hary Tanoe untuk mengimbau Antasari agar tidak melanjutkan pemeriksaan korupsi Aulia Pohan.
19. Gebrakan Antasari menghasilkan kasus dugaan korupsi Bibit-Chandra, yang berkas korupsinya berhasil dinyatakan lengkap alias P.21.
20. Walaupun dari berkas perkara terbukti bahwa dugaan markus perkara saudara Ade Rahardja. dan para penyidik lainnya yang diduga terima suap dari Anggodo dan Ari Muladi, mereka bebas disidik. Bukti terjadinya tebang pilih pemberantasan kasus korupsi.
21. Sayangnya Bibit-Chandra yang sempat ditahan di Mako Brimob, menunggu perkara dilimpahkan ke pengadilan, batal diadili, karena Presiden SBY sendiri turun tangan, mendeponeer kasus korupsi tersebut.
22. Yang ironis adalah Anggodo Widjojo dan Ari Muladi yang diperas penyidik KPK, justru harus dipenjarakan di Sukamiskin untuk waktu yang cukup lama.
23. Mulai dari deponeer kasus korupsi Bibit-Chandra hamzah, sejak itu semua keluarga KPK yang terlibat pidana dideponeer perkaranya.
24. Maraknya kasus tebang pilih KPK berada dibawah kekuasaan penyidik Novel Baswedan yang dijuluki sebagai kelompok penyidik Taliban.
25. Kasus bailout Bank Century hanya berhenti dipemeriksaan Miranda Goeltom dan Budi Mulya dimana mereka bukan pemutus bailout.
26. Boediono Gubernur Bank Indonesia bersama Menteri Keuangan selaku Ketua Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Komite yang mestinya punya wewenang mengambil putusan bailout hanya diperiksa sebagai saksi.
27. Di era tersebut banyak terdakwa yang sama sekali tidak merugikan negara, dijerat dengan perkara korupsi, hanya karena kebijakan yang ditetapkan semasa menjabat sebagai gubernur atau bupati.
28. Padahal ketika selesai masa jabatannya, DPRD selaku mitra, menyetujui kebijakan yang mereka buat. Misalnya dalam sangkaan kasus korupsi Abdullah Puteh mengenai penetapan gubernur dan para bupati yang setuju memakai uang negara, untuk pembelian helikopter. Pembelian helikopter mana, juga mendapat persetujuan dari ketua DPRD selaku mitra gubernur.
29. Atau kebijakan detail engineering design bidang kelistrikan yang tak pernah terlaksana yang ditetapkan oleh Gubernur Papua Pak Barnabas Suebu.
30. Untuk kasus tersebut semua anggota DPRD Papua memberi persetujuan terhadap kebijakan Pak Gubernur, termasuk hasil Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) yang menyatakan tidak adanya kerugian negara dalam kasus Gubernur Barnabas Suebu. Walaupun demikian tanpa bukti, Gubernur Barnabas Suebu tetap diadili.