KPK: Bupati Bintan Rugikan Negara Rp 250 M

ilustrasi

Jakarta, Gempita.co – Kasus ini terungkap berawal dari surat teguran Ditjen Bea Cukai, penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan cukai rokok dan minuman keras melebihi kuota di Bintan dimulai sejak 2015.

Ditjen Bea dan Cukai melayangkan teguran lewat surat bernomor S-710/BC/2015 tentang Evaluasi Penetapan Barang Kena Cukai (BKC) ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas bertanggal 4 Desember 2015.

Bacaan Lainnya

Dari surat teguran Ditjen Bea Cukai itulah KPK mengendus ada ketidakberesan. Saat itu Apri Sujadi masih Wakil Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Pada 17 Februari 2016, Apri Sujadi dilantik menjadi Bupati Bintan, yang secara ex-officio menjabat sebagai Wakil Ketua I Dewan Kawasan Bintan.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelasksn, empat bulan setelah menjabat, awal Juni 2016, Apri memerintahkan stafnya untuk mengumpulkan para distributor rokok yang mengajukan kuota kepada Badan Pengelola Bintan di sebuah hotel di Batam.

“Dalam pertemuan tersebut, diduga terdapat penerimaan sejumlah uang oleh AS dari para pengusaha rokok yang hadir,” ujar Alex saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (12/8) sore.

Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Apri dengan inisiatif pribadi mengganti personel BP Bintan dan memerintahkan Nurdin Basirun selaku Ketua Dewan Kawasan Bintan untuk menetapkan komposisi personel baru BP Bintan. Akhirnya ditunjuk Kepala BP Bintan Azirwan dan Wakil Mohd Saleh H. Umar.

“Pada Agustus 2016, Azirwan mengajukan pengunduran diri sehingga tugas sebagai Kepala BP Bintan dilaksanakan sementara waktu oleh MSU,” kata Alex

Atas persetujuan Apri, dilakukan penetapan kuota rokok dan MMEA (Minuman Mengandung Etil Alkohol) dan menerbitkan kuota rokok sebanyak 290.760.000 batang. Adapun untuk kuota MMEA, rinciannya adalah Golongan A sebanyak 228.107,40 liter, Golongab B 35.152,10 liter, dan Golongan C 17.861.20 liter.

Kemudian pada Mei 2017 bertempat di salah satu hotel di Batam, Apri kembali memerintahkan untuk mengumpulkan para distributor rokok sebelum penerbitan Surat Keputusan (SK) Kuota Rokok 2017.

BP Bintan lalu menerbitkan kuota rokok sebanyak 305.876.000 batang (18.500 karton) dan kuota MMEA (Minuman Mengandung Etil Alkohol).

“Dan diduga dari kedua kuota tersebut ada distribusi jatah bagi AS sebanyak 15 ribu karton, MSU sebanyak 2 ribu karton dan pihak lainnya sebanyak 1.500 karton,” Alex menambahkan.

Pada Februari 2018, Apri memerintahkan Kepala Bidang Perizinan BP Bintan Alfeni Harmi untuk menambah kuota rokok tahun 2018 dari hitungan awal sebanyak 21 ribu karton, sehingga total kuota rokok dan kuota MMEA yang ditetapkan oleh BP Bintan tahun 2018 sebanyak 452.740.800 batang (29.761 karton).

Seperti tahun sebelumnya, Apri juga bagi-bagi jatah. Ia mendapat 16.500 karton, Mohd Saleh 2 ribu karton, dan pihak lain 11 ribu karton.

Alex mengatakan penetapan kuota rokok dan MMEA di BP Bintan dari 2016-2018 diduga dilakukan sendiri oleh Mohd Saleh tanpa mempertimbangkan jumlah kebutuhan secara wajar. Pada periode itu, kuota MMEA diberikan kepada PT Tirta Anugrah Sukses, yang diduga belum mendapatkan izin edar dari BPOM dan kelebihan (mark-up) dalam penetapan kuota rokok.

Perbuatan para tersangka bertentangan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47/PMK.04/2012, yang diperbaharui dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.04/2017.

“Atas perbuatannya AS dari tahun 2017 sampai dengan 2018 diduga menerima uang sekitar sejumlah Rp 6,3 miliar dan MSU diduga menerima uang sekitar sejumlah Rp 800 juta,” ujar Alex. Kerugian negara, ia menambahkan, sekitar Rp 250 miliar.

KPK menjerat keduanya dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sumber: berbagai sumber

Pos terkait