Jakarta, Gempita.co-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyidikan kasus korupsi terhadap tersangka mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara dan kawan-kawan.
Termasuk menelisik berapa sebenarnya nilai sembako yang diterima warga dari bantuan sosial yang disebarkan Kemensos selama ini.
Termasuk mendalami bukti paket sembako bansos yang diserahkan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman kepada KPK. ”Semua masukan dari masyarakat akan kami terima. Kalau memang cukup memenuhi syarat sebagai alat bukti maka kami terima, selanjutnya teman-teman penyidik akan melakukan pendalaman,” terang Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango di Gedung KPK Jakarta Selatan, Rabu (16/12/2020).
Hal itu disampaikan Nawawi terkait bukti yang diserahkan Boyamin bahwa nilai yang dipotong pihak Kemensos RI sebenarnya jauh di atas Rp 10 ribu seperti yang diklaim para tersangka selama ini. Menurut Nawawi, bukti yang diberikan MAKI itu bisa menjadi tambahan alat bukti dalam perkara tersebut.
Untuk diketahui, sejak Juliari Batubara dilantik sebagai Mensos RI, kementerian itu sudah menyelenggarakan tiga program bansos kepada masyarakat, yakni Bansos Program Keluarga Harapan (PKH), Program Bansos Tunai untuk Peserta Program Sembako/BPNT Non-PKH, dan Bantuan Beras.
Khusus untuk program bansos PKH diberikan kepada keluarga miskin yang sudah ditetapkan sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH hingga Desember 2020. Sedangkan untuk bansos tunai untuk Peserta Program sembako senilai Rp 300 ribu yang ditargetkan diberikan kepada sembilan juta keluarga
KPM Program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT).
Koordinator MAKI Boyamin Saiman sendiri sudah menyerahkan barang bukti satu paket sembako yang nilainya hanya Rp 188 ribu, atau berkurang Rp 112 ribu dari nilai sembako yang ditetapkan sebesar Rp 300 ribu.
Dirinci Boyamin, isi paket sembako itu terdiri dari dua liter minyak goreng merk Rose Brand senilai Rp 22 ribu, satu kardus susu bubuk Indomilk Full Cream 400 gram senilai Rp 44 ribu, satu kardus roti biskuit kelapa merk Nissin 600 gram senilai Rp 30, dua kaleng sarden merk Vitan 155 g senilai Rp 12 ribu, 10 kilo beras bermutu rendah senilai Rp 80 ribu. Total nilai isi satu paket sembako itu hanya Rp 188 ribu.
Dijelaskannya pula, anggaran paket sembako senilai Rp 300 ribu itu telah dipotong panitia penyelenggara Kemensos sebesar Rp 15 ribu. Uang itu digunakan untuk biaya transport. Kemudian, Rp 15 ribu untuk tas goody bag. Sedangkan pemborong atau perusahaan mendapatkan Rp 270 ribu dengan keuntungan dan pajak semestinya maksimal 20 persen yaitu sebesar Rp 54 ribu.
”Barang yang ada di lapangan yang diterima masyarakat senilai Rp 188 ribu. Sehingga ada selisih Rp 23 ribu. Dan ternyata untuk tas goody bag yang disediakan juga ada selisih Rp 5 ribu. Karena itu selisih harga barang sekitar Rp 28 ribu, ditambah selisih harga goody bag Rp 5 ribu, maka uang yang diduga menjadi kerugian negara sekitar Rp 33 ribu. Dan selisih itu mempengaruhi kualitas isi paket sembako,” urai Boyamin.
Ia pun menegaskan dengan bukti tambahan itu, para tersangka telah merugikan keuangan negara sebagaimana rumusan Pasal 2 ayat (2) dan Pasal UU 3 dari UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi dengan ancaman hukuman penjara 20 tahun atau seumur hidup.
”Karena itu kami dan masyarakat luas meminta KPK untuk melakukan konstruksi unsur di dalam Pasal 2 ayat (2) UU Pemberantasan Korupsi, di mana pelaku korupsi kualifikasi pemberatan keadaan tertentu seperti bencana alam dengan opsi dituntut hukuman berat, setidaknya hukuman seumur hidup dan atau hukuman mati. Dan kami serta masyarakat yang tidak puas jika para tersangka itu hanya dijerat pasal suap atau gratifikasi sebagaimana rumusan Pasal 5 itu,” tandas Boyamin.