Lockdown dan Sensor Pemerintah, Warga Shanghai China Mulai Melawan

Gempita.co – Penduduk Shanghai China melampiaskan kemarahan mereka terkait ketatnya penerapan lockdown dan sensor yang dilakukan pemerintah kota secara online.

Diberitakan sebelumnya, kota bisnis ini banyak ditemukan kematian baru terkait COVID-19 pada 22 April.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Karantina wilayah Shanghai secara penuh dilakukan pada awal April, meskipun banyak orang telah dikurung di rumah mereka lebih lama. Warga mulai merasakan tekanan terkait penguncian tersebut.

Kota itu, yang memerangi wabah virus corona terbesar di China sejauh ini, melaporkan 12 kematian akibat COVID-19 pada Jumat (22/4), naik dari 11 hari sebelumnya.

Para pasien yang meninggal rata-rata berusia 88 tahun, kata pemerintah Shanghai. Kondisi kesehatan meraka pada dasarnya baik, tapi tidak ada yang divaksinasi.

Di media sosial, warganet berjuang melawan sensor untuk membagikan video enam menit berjudul “Suara April”, sebuah montase suara yang direkam selama wabah COVID di Shanghai.

Menelusuri gedung pencakar langit Shanghai yang sunyi, video tersebut berisi keluhan warga tentang kurangnya pasokan makanan dan obat-obatan, serta taktik keras otoritas kota.

Semua referensi langsung ke film tersebut telah dihapus dari layanan microblogging Weibo pada Sabtu (23/4) pagi, meskipun beberapa komentar yang mengkritik penyensoran tetap ada.

Banyak warga yang diingatkan tentang kemarahan yang meletus di media sosial dua tahun lalu setelah kematian seorang dokter yang ditegur oleh polisi karena membagikan informasi “palsu” tentang penyakit menular baru mirip SARS di Wuhan pada akhir 2019, Li Wenliang. Ia menghembuskan nafas terakhir akibat COVID-19.

Jumlah kasus di luar area karantina di Shanghai mencapai 218 pada Jumat (22/4), turun dari 250 pada hari sebelumnya.

Terdapat 20.634 infeksi tanpa gejala lokal baru di kota itu, meningkat dari 15.698 pada Kamis (21/4). Total kasus baru yang bergejala mencapai 2.736, naik dari 1.931 pada 21 April, menurut data resmi.

China belum memproduksi vaksin jenis mRNAnya sendiri, dan memilih untuk tidak mengimpor vaksin yang dikembangkan di luar negeri.

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan oleh Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit China pada Jumat (22/4), para ahli medis di kota timur laut Jilin, lokasi wabah baru-baru ini, mengatakan vaksin China sejauh ini efektif, meskipun varian baru COVID-19 yang muncul tetap tidak dapat diprediksi.

Sumber: asiatoday

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali