Magma Gunung Merapi Perlahan Bergerak dari Perut Bumi, Mendekati Puncak

Yogyakarta, Gempita.co – Magma Gunung Merapi, meski relatif lambat, namun terus mengalami peningkatan dari hari ke hari. Magma yang bergerak dari perut bumi perlahan-lahan semakin mendekati puncak gunung, yang seakan menjadi jalan keluar.

Meski relatif lambat, aktivitas Merapi terus mengalami peningkatan dari hari ke hari. Magma yang bergerak dari perut bumi perlahan-lahan semakin mendekati puncak gunung, yang seakan menjadi jalan keluar.

Bacaan Lainnya

Hingga Rabu (11/11) petang, menurut data yang ada posisi magma berada sekitar 1,5 kilometer dari puncak Merapi. Angka ini disebut oleh Kepala Seksi Gunung Merapi, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Agus Budi Santoso.

“Baru saja terjadi gempa vulkanik dangkal, kedalamannya di atas 1,5 kilometer dari puncak. Ini tekanannya, kalau magmanya tentu sampai bawah. Tekanannya terpusat sekarang di atas 1,5 kilometer dari puncak,” kata Agus di Yogyakarta, Rabu.

Pernyataan itu disampaikan Agus, bersamaan dengan terjadinya gempa vulkanik dangkal di Merapi. Gempa ini terjadi karena tekanan magma dari bawah, menemui hambatan. Titik di mana hambatan itu terjadi menjadi penanda lokasi magma paling dekat dengan permukaan puncak. Hambatan itu pula yang menimbulkan getaran, yang disebut sebagai gempa vulkanik dangkal.

Kepala BPPTKG, Hanik Humaida menguatkan pernyataan itu. “Kita bisa melihat di mana posisi magma, itu berdasarkan pusat terjadinya kegempaaan tadi, yang disebut sebagai hiposenter,” ujar Hanik.

Belum Ada Kenaikan Status

Hanik memastikan, meski terus menunjukkan peningkatan aktivitas, Merapi belum mengalami kenaikan status. Status Siaga, yang saat ini ditetapkan adalah status level III. Satu tingkat di atasnya, yang disebut sebagai Awas atau Level IV, adalah status di mana Merapi akan segera mengalami letusan.

Masih bertahannya status Siaga sampai hari ini didasarkan pada data-data yang dihasilkan dari berbagai jenis pengukuran. Belum ditemukan angka yang menunjukkan adanya peningkatan ancaman.

“Kalau kita menaikkan status, yang menjadi pertimbangan itu adalah ancaman bahayanya. Jadi kalau ancaman bahayanya sudah mulai membesar, kita akan menaikkan status tersebut,” tambah Hanik.

Hanik juga memaparkan, saat ini data pemantauan baik seismik maupun deformasi terus meningkat. Data yang ada menunjukkan dekatnya waktu erupsi.

Ada dua kemungkinan skenario erupsi, yaitu pola erupsi 2006 berupa aliran lava pijar dan pola 2010 berupa letusan besar. Namun, meski ada kemungkinan terjadi erupsi eksplosif, Hanik menduga tidak akan sebesar erupsi 2010. Kesimpulan itu didasarkan tidak terjadinya kegempaan dalam, yang menunjukkan tidak ada tekanan berlebihan di dapur magma.

Sumber: VoA

Pos terkait