OC Kaligis: Penyidik Tidak Boleh Halangi Tugas Advokat

OC Kaligis
Prof. OC Kaligis saat menyampaikan keterangan sebagai saksi ahli hukum pidana dalam sidang praperadilan di PN Jakarta Barat, Kamis (11/8/2022)/Foto:istimewa)

Jakarta, Gempita.co – Pengacara senior OC Kaligis menyatakan penyidik yang mencoba menghalang-halangi tugas advokat saat menjalankan mendampingi klien merupakan perbuatan melanggar hukum.

Demikian disampaikan OC Kaligis saat menjadi saksi ahli hukum pidana dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

“Penyidik tidak boleh menghalangi tugas advokat saat mendampingi klien. Tindakan demikian merupakan kejahatan jabatan, ini melanggar Pasal 421 KUHP dan dianggap kesewenang-wenangan,” tegas OC Kaligis di PN Jakarta Barat, Kamis (11/8/2022).

Menurut OC Kaligis mengeledah tanpa izin dari Pengadilan Negeri setempat dianggap tidak sah dan klien harus mendampingi kuasa hukum.

“Bisa saja penyidik membuang barang bukti atau merekayasa dengan barang bukti baru, itu dapat saja terjadi karena tidak ada saksi dalam pengeledahan tempat kejadian perkara,” terang penulis buku “KPK Bukan Malaikat” itu.

Kaligis menambahkan kuasa hukum berhak mendampingi setiap tingkatan pemeriksaan oleh penyidik sesuai Pasal 54 dan Pasal 55 KUHAP.

Ia juga menerangkan, tujuan dari praperadilan berdasarkan penjelasan Pasal 80 KUHAP untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal.

”Esensi dari praperadilan, untuk mengawasi tindakan yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka, supaya tindakan itu benar-benar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang, benar-benar proporsional dengan ketentuan hukum, bukan merupakan tindakan yang bertentangan dengan hukum,” terangnya.

“Tujuan atau dari praperadilan adalah meletakkan hak dan kewajiban yang sama antara yang memeriksa dan yang diperiksa. Menempatkan tersangka bukan sebagai objek yang diperiksa, penerapan asas akusator dalam hukum acara pidana, menjamin perlindungan hukum dan kepentingan asasi. Hukum memberi sarana dan ruang untuk menuntut hak-hak yang dikebiri melalui praperadilan,” sambung Ahli Hukum Pidana dari Universitas Negeri Manado (UNM) ini.

OC Kaligis dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang praperadilan yang dilayangkan Donny melalui kuasa hukumnya Bernard Kaligis di PN Jakarta Barat. Bernard menilai penyidik Polsek Kembangan diduga menyalahi prosedur hukum saat melakukan pengeledahan dan penyitaan barang bukti di rumah kliennya di bilangan Kembangan, terkait penanganan perkara laporan dugaan KDRT.

Laporan Dugaan KDRT

Terkait perkara dugaan KDRT yang dilaporkan pelapor MMS di Polsek Kembangan, apabila istri meninggalkan rumah tanpa diketahui keberadaannya, maka dianggap mengabaikan kewajiban sebagai ibu yang mengasuh anak apalagi ada yang masih kecil.

“Tindakan istri lari dari tanggung jawab, bisa saja diduga membuat laporan palsu KDRT, maka ini perlu dibuktikan sesuai hukum yang berlaku,” ujar OC Kaligis

Adapun Praperadilan dengan Nomor: 8/Pid.Pra/2022/PN.JktBrt, Donny melalui kuasa hukumnya Bernard Kaligis menyebut penyidik Polsek Kembangan tanpa izin dari pengadilan melakukan penggeledahan dan penyitaan di rumah kliennya di bilangan Puri Indah, Kembangan, Jakarta Barat, pada 4 Juli 2022 lalu.

“Polsek Kembangan kami Praperadilkan karena penyidik jelas telah menyalahi aturan Pasal 33 ayat 3, 4 dan 5 KUHAP. Seharusnya penyidik memasuki rumah klien kami dengan terlebih dahulu mendapatkan izin dari klien kami, dan seharusnya berita acara sita dan geledah juga diserahkan kepada klien kami yang merupakan penghuni sekaligus pemilik dari tempat penggeledahan dan penyitaan dilakukan,” kata Bernard, usai sidang di PN Jakarta Barat, Kamis (11/8/2022).

Bernard menyebut penyidik Polsek Kembangan melarang mendampingi kliennya saat pengeledahan dan tanpa izin dari pengadilan setempat. Pihaknya pun melakukan praperadilan karena dinilai melanggar KUHAP.

Kronologis

Advokat muda ini mengungkapkan kronologis permasalahan berawal saat pelapor MMS meminta uang Rp30 miliar kepada kliennya dengan alasan minta cerai. Permintaan tersebut dikabulkan Donny, karena enggan ia berpisah.

“Tapi belakangan ini MMS meminta kembali uang Rp100 miliar, maka ditolak. Karena klien kami tidak mengabulkan permintaan MMS Rp100 miliar, maka diduga dibuat rekayasa kasus KDRT dan melaporkan ke Polsek Kembangan,” paparnya.

Masalah mengemuka, lanjut Bernard, ketika MMS melaporkan kliennya ke Polsek Kembangan dengan tuduhan KDRT yang dilakukan mengunakan alat pengering rambut atau hairdryer. Padahal KDRT itu terjadi oleh MMS yang memukul kliennya sehingga berlumuran darah pada muka dan pipi yang disaksikan anak korban.

Terkait praperadilan tersebut, Kapolsek Kembangan Kompol Binsar H Sianturi, belum dapat dikonfirmasi. Begitu juga pihak pelapor MMS.(tim)

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali