Penetapan Tersangka Dinilai Salahi Prosedur Hukum, Polda Metro Jaya Dipraperadilkan

Tim Penasihat Hukum Johan Effendy dari Law Firm Darmon, Parisman, Jhon & Partners di PN Jakarta Selatan/ist

Jakarta, Gempita.coPolda Metro Jaya dinilai telah menyalahi prosedur hukum terkait penetapan tersangka terhadap Johan Effendy, yang tuduh perkara dugaan tindak pidana pertolongan jahat (penadahan).

Melalui Tim Penasihat Hukumnya, dari “Law Firm Darmon, Parisman, Jhon & Partners”, Johan Effendy melayangkan Praperadilan terhadap Kapolda Metro Jaya Cq Ditreskrimum Polda Metro Jaya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Dalam permohonan Praperadilan dengan Nomor:104/PJ/Pra/2020/PN-Jak.Sel, Tim Kuasa Hukum menyebut tindakan termohon (Polda Metro Jaya) terhadap kliennya salah prosedur dan cacat yuridis.

“Dikarenakan tindakan termohon salah prosedur dan cacat yuridis, maka tidak sah dan tidak berdasarkan hukum, sehingga penetapan tersangka terhadap klien kami tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat,” ujar Darmon Sipahutar, dalam keterangannya kepada Gempita.co, Rabu (16/9/2020).

Darmon menuturkan, kliennya ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 16 Juli 2020 sebagaimana yang tertuang dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).

“Padahal klien kami pada tanggal 16 Juli 2020 masih berada di rumahnya, dan belum pernah dipanggil apalagi diperiksa baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka oleh penyidik,” katanya.

Kemudian, sambung Darmon, pada hari Jumat (17/7/2020), sekitar pukul 09.00 WIB, kliennya datang sendiri ke Unit IV/Subdit 3 Resmob Polda Metro Jaya berdasarkan telepon dari sopir truk bernama Aminhar Alias Yamin Bin Bedur.

Kedatangan Johan saat itu, hanya untuk mengkonfirmasi proses penangkapan terhadap sopir truk tersebut.

“Penyidik melakukan pemeriksaan terhadap klien kami sebagai saksi sejak pukul 10.30 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB. Kemudian, masih di hari yang sama, klien kami kembali diperiksa sebagai tersangka dari pukul 19.00 WIB sampai pukul 22.00 WIB, setelah itu langsung dilakukan penahanan,” ungkap Darmon.

Ia menegaskan, apa yang dilakukan penyidik terhadap kliennya tidak sah secara hukum. Pasalnya, kliennya sama sekali belum pernah dipanggil secara resmi oleh penyidik sesuai ketentuan hukum sebagaimana diatur didalam KUHAP Pasal 112 ayat (1).

“Pasal 112 ayat (2) KUHAP menyatakan bahwa Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut,” papar Darmon, didampingi kuasa hukum lainnya Parisman Sihaloho, John Baginda S Siregar, dan Heppi Florensia.

“Klien kami datang ke Unit IV/Subdit 3 Resmob Polda Metro Jaya bukan atas panggilan resmi dari penyidik dan tanpa surat panggilan yang resmi yang diberikan kepada klien kami sebagaimana yang diatur dalam Pasal 17 Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor: 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana,” tandas Advokat senior ini.

Untuk itu, pihaknya melakukan upaya hukum Praperadilan untuk menguji tentang prosedur penetapan tersangka terhadap kliennya yang dinilainya telah menyalahi aturan hukum.

Sidang Praperadilan terhadap Polda Metro Jaya di PN Jakarta Selatan/ist

Sementara itu, dalam persidangan, majelis hakim menyatakan akan kembali melanjutkan sidang Praperadilan pada Senin (28/9/2020) mendatang.

Majelis Hakim tidak mengabulkan permohonan lisan dari pihak kuasa hukum agar sidang digelar pada Senin (21/9/2020), dengan alasan pandemi Covid-19.

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali