Pengarajin Bola Butuh Perhatian Pemerintah, Banyak yang Gulung Tikar

Ilustrasi/Foto: Istimewa

Jakarta, Gempita.co – Dampak ekonomi karena wabah virus corona, dirasakan para pengerajin bola di Kampung Lembur Sawah, Desa Lembur Sawah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi.

Pesanan hampir turun drastis sekitar 70 % yang membuat para pengerajin banyak menghentikan produksinya dan gulung tikar. Bagaimana nasib mereka selanjutnya ?

Dari kota Sukabumi, kurang lebih 30 menit perjalanan untuk sampai ke Kampung Lembur Sawah, Desa Lembur Sawah, Kecamatan Cicantayan.

Tak sulit menuju ke lokasi ini karena berada tak jauh dari pinggir Jalan Raya Sukabumi, jalan yang menghubungkan Kota Sukabumi dan Bogor. Untuk mencapai kampung ini, harus melewati jalan sempit dan sedikit terjal serta aspal jalan aspal yang berlubang.

Sebelum memasuki kampung tersebut, terlihat dari jalan sebuah plang bertuliskan “Sentra Industri Olahraga Bola “.

Kampung Lembur Sawah memang sudah terkenal sebagai kampung pengerajin bola sejak 1960-an yang secara turun temurun terus melahirkan pengerajin bola.

Bahkan pada tahun 2005, nama kampung Lembursawah sebagai sentra industri bola semakin berkibar setelah mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) saat membuat bola terbesar di dunia dengan diameter sepanjang 2 meter.

Menurut Wawin, banyak perajin bola di Majalengka yang berasal dan menimba ilmu pembuatan bola dari Lembursawah. Dia berkisah, pada tahun 1960-an, hanya ada sekitar lima pengusaha bola di kampungnya. Seiring berjalannya waktu, jumlahnya terus bertambah.

“Saya menggeluti usaha pembuatan bola sejak tahun 2000, saat ini memiliki 9 karyawan yang bekerja di rumahnya. Selain itu, ada puluhan perajin lagi yang menjahit bola di rumah mereka masing-masing,” kata Wawin.

Meski cukup populer sebagai sentra industri bola, Lembursawah nyaris tidak memiliki merek bola yang terkenal. Merek-merek bola milik perajin bola Lembursawah sama sekali tidak ada gaungnya.

Menurut Wawin usaha pembuatan bola milik-nya masih sebatas industri rumahan dan merknya Wins. Jadi, bukan usaha skala besar meski kapasitas produksinya lumayan banyak.

Nah, permasalahan yang muncul sekarang ini, pemesanan semakin lesuh dengan adanya pandemi Covid-19.

“Kalau dulu sebelum covid-19, apalagi menjelang Agustus sangat ramai. Sekarang imbas covid hampir 70 %, soalnya hampir sebagian besar toko-toko di daerah atau kota lain banyak yang tutup. Kalau bikin bola rumahan gini bingung untuk promosinya. Paling saya hanya melayani pembeli aja, sekarang susah persaingan semakin banyak, bola impor sudah banyak yang masuk,” jelasnya.

Dengan kondisi seperti ini, Wawin berharap adanya sentuhan tangan atau bantuan pemerintah untuk membangkitkan dunia usaha yang digelutinya.

Apalagi salah satu tema Haornas tahun ini adalah Sport Industry, ditambah lagi tahun depan Indonesia jadi tuan rumah Piala Dunia U-20.

“Ya mau sih kalau bola kita diapakai di Piala Dunia U-20, apalagi ada even besar seperti itu. Tapi saya bingung untuk bisa masuk ke sana. Harusnya ada bimbingan dari Kemenpora untuk mengajak saya, kalau saya sendiri bingung,” ujarnya.

“Saya harap Menpora jadi Bapak Angkat pengusaha kecil industri olahraga di Indonesia. Jangan sampai barang luar bisa mudah masuk, tapi bola buatan Indonesia malah susah keluar,” pungkasnya.

Pos terkait