Program ICRG Trigger Pemulihan Ekonomi Bali

FOTO: BIRO HUMAS DAN KERJA SAMA LUAR NEGERI

Badung, Gempita.co – Program restorasi terumbu karang Indonesia Coral Reef Garden (ICRG) dan pelestarian ekosistem pesisir dan kawasan wisata sebagai salah satu program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dimulai dari Bali. Program ini diharapkan menjadi pemicu bagi pemulihan ekonomi Bali, yang sektor pariwisatanya sempat lumpuh akibat pandemi.

“Mudah-mudahan ini bermanfaat bagi masyarakat Bali. Menjadi jawaban atas kesulitan ekonomi kita,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam acara sosialisasi program padat karya ICRG di Pantai Pandawa, Badung, Bali, Jumat (30/10).

Bacaan Lainnya

Program ICRG merupakan program padat karya restorasi terumbu karang di lima lokasi perairan di Bali, yaitu Nusa Dua, Serangan, Sanur, Pantai Pandawa dan Buleleng. Kebun terumbu karang ini dibangun melalui anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan yang bersumber dari dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 111,2 miliar.

Menteri Edhy menjelaskan, Bali merupakan wilayah yang masyarakatnya tidak hanya ikut berjuang mati-matian merebut kemerdekaan, tetapi mengisi kemerdekaan dengan menyumbangkan devisa yang cukup besar bagi negara melalui pariwisata.

“(Bali penyokong) ekonomi kedua yang membangun Indonesia. Dan Bali adalah corong dunia. Orang di dunia mengenal Indonesia melalui Bali. Ini yang sangat penting. Makanya kita harus mulai dan kita harus geliatkan,” tegasnya.

Edhy berharap, program restorasi terumbu karang ini bermanfaat secara ekonomi untuk masyarakat pesisir melalui program padat karya dan manfaat jangka panjang mendukung sektor kelautan dan perikanan.

“Ini juga bargain kepada dunia bahwa dengan kita membangun koral, kita juga turut membangun iklim sejuk di Indonesia. Karena menanam satu koral sama dengan menanam 20 pohon,” imbuh Edhy.

Program pembangunan taman bawah laut ini juga diharapkan menjadi trigger pemanfaatan sektor kelautan dan perikanan di Bali, tidak hanya bertumpu pada sektor pariwisata. Sebab, Edhy melihat potensi Bali di sektor kelautan dan perikanan cukup tinggi.

“Satu hal yang Bali miliki tapi daerah lain tidak punyai adalah pasarnya. Seluruh dunia mampir di Bali,” tegasnya. Edhy pun mengajak masyarakat Bali untuk mulai menggarap serius sektor kelautan dan perikanan. Misalnya rumput laut, tambak udang, atau budidaya ikan.

Ia mencontohkan, budidaya rumput laut yang pengelolaannya tidak terlalu rumit. Cukup memberikan bibit, tanpa pupuk, dan bisa dipanen setiap 43 hari. “Satu tahun bisa menghasilkan 10 ton kering minimal. Harga perkilonya bisa Rp12 ribu bahkan sampai Rp26 ribu,” ujarnya.

Atau budidaya udang vaname yang bisa menghasilkan 40 ton dari satu hektare tambak. Edhy mengilustrasikan, seperempatnya saja atau 2.500 meter tambak sudah bisa menghasilkan 10 ton sekali panen. Alhasil, jika dikalikan dengan harga udang minimal Rp60 ribu per kilo, pembudidaya sudah mengantongi untung kotor hingga Rp600 juta.

“Untuk modal, kita punya pinjaman yang bunganya hanya 3 persen, BLU LPMUKP. Kalau habis bisa ambil KUR, kalau bapak ibu sudah jago, bisa ambil komersil,” tutupnya.

SUMBER : BIRO HUMAS DAN KERJA SAMA LUAR NEGERI

Pos terkait