Jakarta, Gempita.co – Industri kelautan dan perikanan memerlukan SDM kompeten untuk mengelola sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia yang kaya. Untuk itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengembangkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang Kelautan dan Perikanan untuk memastikan agar lembaga diklat mencetak SDM yang siap terjun ke dunia industri.
Menindaklanjuti hal ini, KKP melalui Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP) menggelar ‘Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Pemberlakuan SKKNI Bidang Kelautan dan Perikanan’ yang terbuka bagi publik secara daring, pada Senin (5/4/2021).
“Upaya Pemerintah untuk memberlakuan SKKNI diharapkan dapat menghasilkan lulusan pendidikan dan pelatihan vokasi di Indonesia yang sesuai dengan kebutuhan industri sehingga cepat terserap. Hal ini dilakukan untuk melakukan link and match antara kompetensi yang dibutuhkan industri dengan SDM yang dicetak dari lembaga diklat,” ujar Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) Sjarief Widjaja, dalam keterangannya.
Ia mengatakan, pemberlakuan SKKNI merupakan implikasi dari ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.010/2019 Tahun 2019 tentang Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto Atas Penyelenggaraan Kegiatan Praktik Kerja, Pemagangan, dan/atau Pembelajaran dalam Rangka Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi Tertentu.
SKKNI akan direview secara periodik sesuai dengan perkembangan dan perubahan kebutuhan industri kelautan dan perikanan. Sebelum diberlakukan, konsultasi publik pun diselenggarakan untuk memastikan bahwa SKKNI sudah siap untuk diimplementasikan oleh lembaga diklat, lembaga sertifikasi profesi, dunia usaha dan industri, serta stakeholder lainnya di lapangan.
“Kami berharap, konsultasi publik ini dapat menyatukan persepsi pemberlakuan SKKNI dan disepakati oleh seluruh stakeholder kelautan dan perikanan terkait,” harap Sjarief.
Lebih dari 150 orang
Kepala Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP) Lilly Aprilya Pregiwati menyebut, kegiatan ini diikuti oleh lebih dari 150 orang secara daring dan luring yang berasal dari direktorat teknis lingkup KKP, lembaga pendidikan kejuruan/vokasi dan perguruan tinggi bidang KP, stakeholder dunia usaha dan industri, asosiasi profesi sektor KP, serta Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) di sektor kelautan dan perikanan.
Hal ini merupakan cermin dari pentingnya pemberlakuan SKKNI di sektor kelautan dan perikanan berdasarkan sejumlah aspek meliputi aspek keselamatan, kesehatan, keamanan, lingkungan hidup, potensi perselisihan dalam perdagangan jasa, serta bidang profesi yang memiliki posisi strategis dalam meningkatkan daya saing nasional.
Lilly menyebut, terdapat beberapa SKKNI bidang kelautan dan perikanan yang telah disusun.
“SKKNI yang mencakup pekerjaan karena aspek keamanan pangan antara lain terdapat SKKNI bidang pengolahan ikan dan SKKNI penyakit ikan. Sedangkan untuk alasan keamanan data penangkapan ikan antara lain ada SKKNI pemantauan di atas kapal dan SKKNI teknika perikanan. Untuk alasan strategi peningkatan daya saing produk perikanan khusus terdapat SKKNI budidaya udang dan SKKNI budidaya air payau,” ungkapnya.
Menurutnya, merujuk pada Pasal 80 UU Cipta Kerja yang menyatakan penguatan perlindungan kepada tenaga kerja dan kesejahteraan buruh dalam mendukung ekosistem investasi, pemberlakuan SKKNI merupakan salah satu terobosan untuk mengangkat potensi SDM agar memiliki daya tawar tinggi dalam mengurangi perselisihan hubungan industrial antara buruh dan pemberi kerja. Hal ini akan sejalan dengan turunan UU Cipta Kerja yaitu PP Nomor 57 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan di Bidang Kelautan dan Perikanan.
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
Plt. Direktur Standardisasi Kompetensi dan Program Pelatihan Kementerian Ketenagakerjaan, Muchtar Aziz menjelaskan, Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) Adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.
Dalam mencapainya, pihaknya membangun strategi 3 pilar. “Pilar pertama tentu harus ada standar kompetensinya. Kedua, ada implementasinya di lembaga pendidikan dan pelatihan. Ketiga, diimplementasikan di lembaga sertifikasi,” ujarnya.
Ia menyebut, implementasi pemberlakuan wajib SKKNI akan dilakukan oleh dua lembaga yaitu Lembaga diklat melalui penerapan diklat berbasis kompetensi (Competency Based Training/CBT) dan Lembaga Sertifikasi Profesi. “Kedua lembaga inilah yang diharapkan punya kemampuan untuk memastikan pemberlakuan SKKNI,” ucap Muchtar.
Dalam lembaga diklat, SKKNI digunakan sebagai standar untuk menyusun kurikulum dan modul pelatihan. Sementara dalam lembaga sertifikasi profesi, SKKNI digunakan untuk menyusun software berupa materi uji kompetensi untuk uji kompetensi bagi SDM yang telah dilatih.
“Jadi, fungsi SKKNI itu adalah bagaimana supaya lembaga diklat itu mendesain pelatihan sesuai dengan kebutuhan industri. SKKNI menjadi media yang digunakan sebagai rujukan untuk menyusun program diklat, kurikulum, dan modul,” jelasnya.
“Dengan adanya kewajiban pemberlakuan SKKNI ini, lembaga diklat wajib memenuhi kompetensi yang sesuai standar. Pembuktian bahwa tenaga kerja tersebut memiliki kompetensi dibuktikan dengan adanya sertifikası kompetensi,” lengkap Muchtar.
Badan Nasional Sertifikasi Profesi
Sementara itu, Ketua Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Kunjung Masehat menyebut, pihaknya akan mendukung pelaksanaan SKKNI di KKP. Hal ini sejalan dengan salah satu fungsi BNSP yakni untuk melaksanakan dan mengembangkan sistem sertifikasi pendidikan dan pelatihan vokasi. Dalam hal ini, pendampingan akan dilakukan mengingat KKP menaungi banyak lembaga diklat dan vokasi yang mencetak SDM kelautan dan perikanan.
Ia menyebut, BNSP dan Kemenaker baru saja menandatangani penetapan skema untuk perguruan tinggi vokasi. Terdapat 149 bidang keahlian yang disepakati untuk dijadikan acuan dalam rangka pengembangan SDM ke depan, termasuk di bidang kelautan dan perikanan.
“Nantinya, semua yang terkait dengan pendidikan vokasi akan diintegrasikan dalam sebuah skema yang menjadi acuan ketika kita melakukan program sertifikasi,” ucapnya.
Menurutnya, sangat penting bahwa pengujian mutu melalui pelaksanaan sertifikasi pasca diklat dapat diakui secara nasional maupun internasional. Hal ini tak lain agar SDM yang dicetak dari lembaga diklat dapat memenuhi kompetensi yang diharapkan oleh industri sehingga cepat terserap.
“Nah, kami di BNSP melakukan penjaminan mutu (quality assurance) untuk pelaksanaan sistem sertifikasi secara nasional. Tentunya tidak hanya itu, kita juga melakukan harmonisasi di kalangan ASEAN dengan ASEAN Guiding Principle untuk dijadikan acuan dalam rangka penyetaraan harmonisasi untuk jabatan-jabatan tertentu yang disepakati antara negara kita dengan negara-negara ASEAN,” tuturnya.
“Saya menyampaikan apresiasi kepada tim KKP yang sudah melakukan inisiasi pemberlakuan SKKNI secara wajib,” tandas Kunjung.
Di akhir kegiatan, para pihak yang hadir menyepakati bahwa secara prinsip pemberlakuan SKKNI pada sektor kelautan dan perikanan disepakati. Namun, beberapa poin akan ditindaklanjuti sebelum pemberlakuannya disahkan secara wajib ke depan.
Salah satunya yaitu KKP bersama para stakeholder terkait akan melakukan telaah pengimplementasian SKKNI secara lebih konkret. Selain itu, kerja sama antar lembaga pembina pelatihan dan sertifikasi juga akan diperkuat. Tak kalah penting, sertifikasi bagi pelaut penangkapan ikan menggunakan standar internasional juga akan diberikan perhatian secara khusus.
Pemberlakuan SKKNI diharapkan dapat memastikan kualitas dan potensi SDM kompeten yang tentunya akan turut berdampak pada peningkatan kualitas produk kelautan dan perikanan Indonesia.
Sumber: Humas BRSDM