Gempita.co – Menteri Dalam Negeri Malaysia, Hamzah Zainudin mengatakan Malaysia akan mengambil pekerja dari negara lain termasuk Bangladesh jika Indonesia setop mengirimkan TKI.
Ketika ditanya apakah keputusan Indonesia akan berdampak pada Malaysia, Hamzah mengatakan Indonesia hanya satu di antara banyak sumber pekerja migran bagi Malaysia.
“Kami memiliki 15 negara pemasok pekerja migran untuk memenuhi kebutuhan kami,” katanya dikutip kantor berita Bernama pada Kamis (14/7/2022).
Pernyataan itu diutarakan Hamzah setelah Indonesia menghentikan sementara pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI), termasuk ribuan orang yang direkrut untuk sektor perkebunan.
Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjuti pelanggaran kesepakatan perekrutan pekerja yang ditandatangani antara dua negara tersebut.
Imbas penghentian pengiriman PMI ini, Malaysia sebagai produsen minyak sawit kedua terbesar di dunia, terancam kekurangan sekitar 1,2 juta orang pekerja yang dapat menggagalkan pemulihan ekonominya.
Malaysia memang sangat bergantung pada jutaan pekerja asing. Sebagian besar berasal dari Indonesia, Bangladesh, dan Nepal untuk sektor manufaktur dan perkebunan.
Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Hermono sebelumnya mengatakan penghentian itu dilakukan setelah otoritas imigrasi Negeri Jiran terus menggunakan sistem rekrutmen online untuk pekerja rumah tangga. Sistem tersebut ternyata diduga terkait dengan persoalan perdagangan manusia dan kerja paksa.
Menurut dia, sistem ini, melanggar ketentuan perjanjian yang ditandatangani antara Malaysia dan Indonesia pada April silam. Tujuan perjanjian itu adalah untuk meningkatkan perlindungan pekerja RT yang dipekerjakan di rumah tangga Malaysia.
Selain itu, penghentian pengiriman PMI ini berlangsung setelah laporan dugaan penyiksaan PMI di pusat detensi imigrasi Sabah beberapa pekan lalu.
Penyiksaan buruh migran di Malaysia menjadi perbincangan publik usai Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) merilis laporan bertajuk “Seperti di Neraka: Kondisi Pusat Tahanan Imigrasi di Sabah, Malaysia.”
Dalam laporan itu tertuang pula kondisi kesehatan buruh, pengalaman penyiksaan, dan bahkan ada buruh migran yang keguguran.
Tercatat sekitar 4.300 buruh migran asal RI yang berada di pusat tahanan imigrasi Malaysia. Di Sabah, terhitung 440 buruh migran di 4 depot.
Pada 2021, sebanyak 18 tahanan WNI dilaporkan meninggal dunia, demikian menurut data Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta. Mereka terdiri dari 17 lelaki dan 1 perempuan.
Pada Januari hingga Juni 2020, tercatat tujuh WNI meninggal, di antaranya enam laki-laki dan satu perempuan.
Total sekitar 150 TKI yang dilaporkan meninggal di sejumlah detensi imigrasi di Sabah terhitung 2021-2022.
Merespons laporan soal PMI yang meninggal di pusat detensi itu, Hamzah pada akhir Juni lalu mengatakan bahwa peristiwa seperti itu sangat disayangkan dan tidak bisa dicegah.
Menurutnya, kematian tidak dapat diperkirakan dan bisa terjadi pada siapa saja dan di mana saja.
“Akan sangat bagus jika kita memiliki kekuatan untuk mengetahui kapan seseorang akan meninggal dunia. Jika seseorang ditahan dan dikirim ke pusat penahanan kami, itu karena mereka memang melakukan pelanggaran dan tindakan kriminal. Ketika itu terjadi, mereka adalah subjek dari hukum yang berlaku,” kata Hamzah.
“Kalau ada yang ditahan dan tiba-tiba meninggal, salah siapa? Ini yang disayangkan. Siapa pun bisa meninggal di mana saja dan kapan saja,” katanya menambahkan seperti dikutip The Star.
Sumber: asiatoday