Jakarta, Gempita.co – Penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju tiba-tiba meralat pernyataannya mengenai uang Rp 3,15 miliar dari Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.
Hal ini jelas menimbulkan pertanyaan, apakah penyidik asal Polri tersebut mendapatkan tekanan?
Koordinator MAKI Boyamin Saiman tidak berani menduga ada atau tidaknya tekanan yang diterima penyidik berpangkat Ajun Komisaris Polisi itu.
“Kalau sekarang saya belum berani menyebut, menyimpulkan ada tekanan atau tidak. Tapi apapun, karena dia polisi pangkatnya AKP sekarang ditahan bisa saja ditekan atau apa. Tapi saya belum punya datanya dia ditekan atau tidak,” kata Boyamin, Minggu (13/6).
Yang pasti, Boyamin menambahkan, jika mengubah keterangan, maka penyidik maupun hakim dapat mempedomani keterangan yang pertama disampaikan.
“Karena keterangan yang pertama itulah yang berdasarkan ingatan dan masih murni,” ujar pegiat antikorupsi yang kerap mengkritisi KPK itu.
Menurutnya, ralat di kemudian hari dan tidak ada alasan yang jelas, biasanya tidak benar. “Ralat itu lebih banyak tidak benarnya atau sesuatu yang mau ditutupi,” katanya
Boyamin pun meminta penyidik KPK mendalami keterangan Stepanus lebih komprehensif, misalnya dengan alat bukti rekaman, catatan uang, dan sebagainya.
Misalnya, siapa yang memberi dan bagaimana proses pemberiannya. Bisa dilacak aliran transfernya, ada pengirim dan penerimanya. Jika berupa uang tunai, bisa dicek aliran uang dari brankas.
“Uang Rp 3,15 miliar itu kan uang yang banyak. Paling enggak satu miliar satu koper, berarti ada tiga koper. Itu diambil darimana, dari bank atau dari brankas seseorang. Itu harus dilacak oleh KPK,” Boyamin menjelaskan.
Boyamin menduga, saat Azis diperiksa pada Rabu (9/6) lalu, politikus Golkar itu juga membantah memberi uang pada Stepanus.
“Akhirnya saya bisa menduga Azis Syamsuddin ketika diperiksa kemarin ya dapat dipastikan itu ngomong tidak memberi. Kemudian Stepanus meralat. Nah inilah yang perlu didalami KPK,” kata Boyamin.
Ralat Stepanus ini merupakan tantangan KPK. Penyidik harus mendalaminya dari saksi lain, orang-orang sekitar Stepanus dan Azis.
Nama Azis mencuat dalam konstruksi perkara Walikota Tanjungbalai, Sumatera Utara, M Syahrial. KPK menduga Azis memfasilitasi pertemuan Stepanus, Syahrial, dan pengacara Maskur Husain pada Oktober 2020 di rumah dinas Wakil Ketua DPR di Jalan Denpasar, Jakarta Selatan.
Dalam pertemuan tersebut disepakati Syahrial menyiapkan uang Rp 1,5 miliar sebagai ‘uang tutup kasus’ dugaan jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai.
Syahrial kemudian mentransfer uang secara bertahap sebanyak 59 kali melalui rekening bank milik Riefka Amalia, teman Stepanus, serta secara tunai dengan total mencapai Rp 1,3 miliar. Stepanus kemudian memberi Maskur sebesar Rp 325 juta dan Rp 200 juta.
Dalam sidang etik Dewas KPK, juga terungkap Stepanus menerima suap dari Azis untuk mengamankan kasus di Kabupaten Lampung Tengah. Menurut anggota Dewas Alberina Ho, Azis minta Stepanus ‘memantau’ saksi Aliza Gunado.
Aliza Gunado adalah kader Golkar yang menjabat Direktur Bisnis BUMD PT Lampung Jasa Utama (LJU). KPK telah mencekal Aliza dan Azis keluar negeri.
“Dalam perkara Lampung Tengah yang terkait dengan Saudara Aliza Gunado, terperiksa (Stepanus) menerima uang dari Azis Syamsuddin sejumlah Rp 3,15 miliar yang sebagian diserahkan kepada saksi Maskur Husain kurang-lebih sejumlah Rp 2,55 miliar dan terperiksa mendapat uang lebih sejumlah Rp 600 juta,” Albertina menjelaskan.
Jadi, kita tunggu saja bagaimana kelanjutan kasus ini. Berhenti pada ralat dan Stepanus saja, atau mendapatkan ikan kakap.
Sumber: Antaranews