saat ini, sekitar 48% dari masyarakat menengah ke bawah di perkotaan menggunakan air kemasan dan isi ulang sebagai cara praktis untuk memenuhi kebutuhan air minum dalam rumah tangganya.
“Namun, tidak banyak yang memahami perbedaan kualitas air minum yang ada di pasaran. Padahal kualitas air minum juga ternyata sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang di masa depan,” kata Sri Yusniati, Minggu 30 Mei 2021.
Selain itu, Sri menambahkan, akibat laju urbanisasi yang cepat, fenomena air minum isi ulang kian menjamur di perkotaan. Pertumbuhan Depot Air Minum (DAM) di DKI Jakarta meningkat hingga 800%, dan didapatkan bahwa banyak air minum isi ulang memiliki kualitas yang rendah, yang mana sekitar 40% galon isi ulang dan 25,3% keran outlet terdapat bakteri E. coli.
“Masyarakat juga harus lebih berhati-hati karena masih banyak sekali DAM yang tidak resmi dan tidak mematuhi standarisasi pemerintah. Air minum yang jernih dan tidak berasa belum tentu bebas dari bakteri,” tuturnya.
Kepedulian terhadap distribusi air minum yang bersih dan berkualitas pun terus digalakkan oleh berbagai pihak terkait, salah satunya adalah Indonesia Urban Water, Sanitation and Hygiene (IUWASH) selaku lembaga non-profit yang mendedikasikan visi dan misinya untuk meningkatkan layanan, penguatan kinerja, dan advokasi di sektor air bersih kepada seluruh masyarakat Indonesia.
“Ada beberapa tantangan untuk menyediakan air layak minum di perkotaan dan salah satunya adalah distribusi air minum bersih yang belum merata, khususnya bagi mereka yang berpenghasilan rendah. Kelompok ini juga dipersulit dengan biaya “Sambung Baru” PDAM yang cukup tinggi. Oleh karena itu, diperlukan opsi layanan akses air layak minum dan terjangkau, seperti sambungan air minum di wilayah perkotaan dengan Master Meter dan SPAM Komunal,” ungkap Alifah Sri Lestari, Deputy Chief of Party USAID IUWASH PLUS seperti dilansir Borneo.com.