Jakarta, Gempita.co – Masyarakat diminta waspada terhadap gejala Happy Hypoxia yang dialami pasien terkonfirmasi Corona Virus Disease (Covid-19). Pasalnya, gejala tersebut bisa berakibat fatal bagi pasien meski tidak merasakan gejala pada umumnya seperti batuk dan pilek.
Fenomena tersebut merupakan kondisi seseorang dengan kadar oksigen rendah dalam tubuh namun tidak terlihat gejalanya, bahkan pasien terlihat baik-baik saja.
Dilansir dari Healthline, pasien Covid-19 yang mengalami fenomena ini memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dalam darah sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.
“Kondisi ini juga terjadi pada pasien Covid-19 yang mengalami penurunan saturasi oksigen serta tanda gagal nafas di level 70 hingga 80 persen. Namun yang menariknya pasien tidak menunjukan gejala seperti sesak napas, gelisah, dan kondisi tubuh melemah. Pasien terlihat baik-baik saja,” ujar dokter Wisuda Moniqa Silviyana, dokter spesialis paru dilansir dari Antara.
Ia menjelaskan, kondisi normal seseorang biasanya memiliki saturasi oksigen antara 95 sampai 100 persen. Dalam keadaan saturasi oksigen normal, sel darah merah (hemoglobin) dapat mengikat oksigen dengan baik. kemudian nantinya akan dikirimkan ke seluruh sel pada jaringan tubuh.
Namun ketika mengalami happy hypoxia, maka saturasi oksigen mengalami penurunan di bawah level normal. Gejala seperti sesak napas, gelisah, dan tubuh melemah tidak nampak pada pasien.
Pasien seolah-olah mentoleransi kondisi tersebut, hingga kondisi pasien anjlok, baru pasien tersebut menunjukan gejala kondisi berat.
Moniqa menuturkan, tim medis intensif mengamati kondisi pasien yang nampak baik-baik saja tetapi saturasi oksigennya menurun.
“Pada bulan Juli 2020, kami mulai mengalami peningkatan kasus rujukan dengan pneumonia sedang sampai berat. Pada saat itu juga ada pasien yang saat tiba di rumah sakit kelihatannya tidak terlalu sesak tapi tidak lama kemudian maknm memberat dan memerlukan bantuan ventilator. Setelah dilakukan analisis gas darah arteri ternyata pasien sedang mengalami hypoxia,” paparnya.
Dari pengalaman tersebut, para tim medis intensif melakukan pengecekan perkembangan saturasi oksigen pada pasien secara berkala. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kondisi pasien tiba-tiba memburuk.
“Ketika terjadi happy hypoxia maka kami segera melakukan terapi pada pasien sesuai dengan prosedur sehingga kondisi pasien dapat tertolong. Namun bila kondisi pasien berlanjut karena infeksi semakin parah, merusak paru dan terlanjur terjadi kerusakan luas pada jaringan paru, maka pasien pun tidak bisa tertolong,” terang Moniqa.
Ia berharap bisa mengantisipasi happy hypoxia dengan melakukan analisis gas darah arteri dan pengecekan saturasi oksigen secara berkala walaupun kondisi pasien terlihat baik-baik saja.
Beberapa ilmuan berspekulasi bahwa fenomena ini mungkin disebabkan oleh pembekuan darah di pembuluh kecil di paru-paru. Tetapi diperlukan lebih banyak penelitian untuk menguji hipotesis tersebut.