Jakarta, Gempita.co – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah memverikasi 3.200 Lamar dari 18 hotel Bintang 2 dan 3 di Jakarta, menjadi fasilitas isolasi mandiri pasien orang tanpa gejala (OTG) virus Corona (COVID-19).
Direncanakan, pemerintah akan menyiapkan hingga 14.000 kamar hotel yang juga akan tersebar di Jawa Barat dan Bali.
Anggaran disiapkan Rp 100 miliar dari anggaran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yang akan menunjang biaya hotel dan makanan bagi pasien OTG, sehingga pasien bisa isolasi di hotel tanpa mengeluarkan biaya pribadi alias gratis.
Ada syarat utama yang diwajibkan untuk bisa isolasi mandiri gratis di hotel. Deputi Bidang Pemasaran Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenparekraf Nia Niscaya menjelaskan, pasien harus punya bukti valid dari dokter bahwa dirinya memang positif Corona.
“Ada pengantar bisa dari dokter instansi kalau misalnya dia karyawan, dokter keluarga boleh, Puskesmas juga boleh. Setidaknya ada yang mengatakan ya ini hasil positif dari dokter. Intinya begitu. Kan kita juga nggak ingin asal-asalan. Ini benar-benar yang harus diakui oleh ahli bahwa dia positif berdasarkan swab,” kata Nia dikutip detik.com.
Jika sudah punya bukti swab valid, pasien boleh datang ke hotel yang sudah ditetapkan secara mandiri. “Nggak (perlu dijemput ambulans), dia bisa datang sendiri, yang penting bawa hasil swab positif. Ada pengantar bisa dari dokter instansi kalau misalnya dia karyawan, dokter keluarga boleh, Puskesmas juga boleh. Setidaknya ada yang mengatakan ya ini hasil positif dari dokter,” terang Nia.
Setelah pasien tiba di hotel, maka petugas akan melakukan penyemprotan disinfektan baik ke kendaraan yang digunakan, maupun ke pasien OTG. “Prosedurnya kan biasanya kita langsung check in, ini nggak. Dia harus begitu turun dari mobil, mobilnya disemprot sebelum dia turun, kemarin kita lihat. Ketika dia keluar juga disemprot, mobil pun disemprot ketika meninggalkan hotel,” papar Nia.
Langkah selanjutnya ialah pemeriksaan pasien oleh dokter. Di sini, pasien akan diperiksa apakah mempunyai gejala ringan atau berat. “Dia masuk ke ruangan namanya TRIASE. Di situ ada dokter dari Kemenkes yang akan mengecek kondisinya dia. Kalau kondisinya tanpa gejala, atau gejala ringan maka dia bisa di hotel. Tetapi kalau menurut dokter di pemeriksaan TRIASE itu nggak bisa, maka dia harus ke RS, langsung dikirim ke RS rujukan, ada ambulans langsung dibawa. Itu tahapannya,” jelas dia.
Apabila pasien sudah terbukti tak ada gejala atau bergejala ringan, maka tahap selanjutnya ialah menuju ke kamar isolasi. Jika sudah di kamar, maka pasien tak dibolehkan ke luar. Selama isolasi, pegawai hotel yang lengkap menggunakan alat pelindung diri (APD) akan rutin menyediakan makan. “Semua makanan itu diletakkan di depan kamar. Nanti semua komunikasi by WhatsApp. Makanan sudah tersedia, mulai 3 kali makan plus snack,” tuturnya.
Nia mengimbau agar pasien OTG membawa baju yang banyak selama isolasi, atau mencuci sendiri dengan alat yang sudah disediakan hotel. “Laundry tadinya mau disediakan juga. Tapi ternyata oleh Kemenkes nggak boleh, karena laundry itu berpotensi menular, sehingga hotel menyediakan ember dan sabun untuk mencuci sendiri. Atau dia bawa stok baju yang banyak,” ujar Nia.
Di hotel juga akan ada paramedis yang rutin memeriksa para pasien. “Dan 3 shift 24 jam ada dokter di hotel itu. Ada rutin pemeriksaan oleh paramedis, itu Kemenkes. Pokoknya Kemenpar menyediakan kamar, makan, kemudian kalau Kemenkes lebih kepada obat-obatan, dokter, dan ambulans,” imbuh dia.
Jika pasien sudah dinyatakan negatif atau sembuh, maka akan diarahkan melakukan check out dari hotel. “Ketika dia sudah oke, dia boleh keluar, itu ada jalurnya untuk check out. Dan pintunya khusus, ada CCTV. Jadi setiap kegiatan dia keluar kamar akan ketahuan, dan dia nggak bisa ngacir saja keluar sebelum dia posisinya boleh keluar,” pungkasnya.