Industri Amerika Serikat Diguncang Krisis Tenaga Kerja

Washington, Gempita.co – Akibat penyebaran varian omicron, krisis tenaga kerja mengguncang industri di Amerika Serikat (AS), mengakibatkan lama waktu produksi semakin panjang.

Kondisi ini diperkirakan akan bertahan hingga paruh kedua tahun ini. Laporan dari manajemen perusahaan kepada investor atau biasa disebut earning calls sejumlah perusahaan baru-baru ini dipenuhi dengan penyebutan efek kaskade dan inflasi yang menghambat kemampuan perusahaan untuk memenuhi permintaan.

Bacaan Lainnya

CEO PPG Industries Inc., perusahaan cat asal Amerika, Michael McGarry mengatakan tugas manajer pabrik menjadi berat karena banyak pegawai yang melaporkan sakit setelah penyebaran kasus omicron.

Selain itu, laporan tentang kemacetan rantai pasok juga masih berlangsung sehingga berdampak pada penjualan.

“Jadi, pada saat mereka sampai di meja mereka, bahkan sebelum mereka mengadakan rapat pagi, mereka harus mengatasi sejumlah masalah,” kata McGarry, dikutip dari Bloomberg pada Senin (7/2/2022).

Kekurangan tenaga kerja yang ditambah dengan perubahan pekerjaan dan kasus omicron menjadi malapetaka di hampir setiap industri AS.

Laporan ketenagakerjaan terbaru pada Jumat menunjukkan tingkat partisipasi angkatan kerja naik pada Januari, tetapi masih jauh di bawah tingkat pra-pandemi. Laporan ini juga menunjukkan kenaikan bulanan terbesar pada tingkat upah bulanan sejak akhir 2020.

Pada awal pekan, pemerintah melaporkan 10,9 juta lowongan pekerjaan, jauh lebih sedikit dari rekor sebelumnya. Terjadi penurunan jumlah orang bukan angkatan kerja yang ingin bekerja, serta lebih sedikit orang yang tidak mencari pekerjaan karena terlalu putus asa.

Meskipun demikian, ketatnya pasar tenaga kerja akan menambah tekanan kepada Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga acuan.

Fenomena kekacauan yang menjadi bola salju dari industri ke industri telah berdampak juga kepada produsen produk hutan Weyerhaeuser Co., dan pembuat pakaian jadi VF Corp.

CEO Weyerhaeuser Devin Stockfish mengatakan terdapat tantangan besar dalam mencari tenaga kerja. Hal itu terjadi di seluruh sistem, termasuk mencari supir truk, kontraktor penebangan dan karyawan untuk bekerja di pabrik.

“Kendala itu benar-benar menantang untuk menaikkan produksi secara dramatis,” ungkap Stockfish.

Chief Financial Officer VF Matt Puckett mengatakan jaringan logistik mengalami kemacetan, kekurangan tenaga kerja dan peralatan. Perusahaan ini membawahi sejumlah brand pakaian dan alas kaki seperti Dickies, North Face dan Timberland.

“Butuh waktu lama untuk mengurainya. Kami memperkirakan tantangan logistik seperti ini terus terjadi pada kami di sebagian besar tahun ini atau sepanjang 2022,” ungkap Puckett pada earning calls pada 28 Januari.

Sumber: asiatoday

Pos terkait