Industri Metaverse Jadi Ajang Persaingan AS dan China

Shanghai, Gempita.co –Persaingan teknologi Industri Metaverse antara
Amerika Serikat (AS) dan China dimulai.

Metaverse merupakan dunia virtual yang memungkinkan orang berinteraksi dan melakukan aktivitas seperti di dunia nyata.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Melalui metaverse, pengguna bisa mendatangi konser virtual, memesan makanan di restoran, bermain hingga membeli rumah secara daring.

Saat ini, perusahaan-perusahaan China secara senyap telah meluncurkan bisnis metaverse.

Komite Industri Metaverse China telah menerima 17 perusahaan baru dimana tiga diantaranya merupakan emiten.

Komite Industri Metaverse China berdiri sejak Oktober 2021 lalu yang didukung perusahaan perusahaan telekomunikasi milik negara yakni China Mobile.

Sejumlah analis memperkirakan metaverse negara itu akan tunduk pada kontrol yang lebih besar dibanding negara lain.

Berdasarkan postingan di website China Mobile Communications Association Metaverse Consensus seperti dilansir Reuters, Rabu (16/2), Komite itu mengungkapkan telah mengakui perusahaan listed termasuk Inly Media Co Ltd dan dua perusahaan yang terdaftar di bursa Shenzhen Beijing Topnew Info&Tech Co Ltd dan Beijing Quanshi World Online Network Information Co Ltd.

Para ahli mengatakan upaya metaverse China tertinggal dari negara-negara seperti AS dan Korea Selatan, dengan alasan minat raksasa teknologi domestik masuk ke metaverse lebih rendah.

Namun, belakangan minat sudah mulai melonjak. Tahun lalu, lebih dari 1.000 perusahaan termasuk kelas berat seperti Alibaba Group Holding (9988.HK), dan Tencent Holdings Ltd (0700.HK) telah mengajukan sekitar 10.000 merek dagang terkait metaverse.

Di AS, jumlah korporasi global yang mengadosi platform metaverse semakin banyak sejak Facebook memperkenalkan konsep tersebut pertama kalinya. Misalnya, ada McDonalds, Nike, Samsung, YouTube dan lain-lain.

McDonalds telah mendaftarkan sejumlah merek dagang untuk layanan restoran virtual yang memungkinkan pengantaran makanan secara daring maupun langsung.

Tak cukup satu, jaringan makan cepat saji bahkan mendaftarkan 10 aplikasi ke Kantor Paten dan Merek Dagang Amerika Serikat (AS) pada 4 Februari yang mencakup McDonalds dan McCafe.

Salah satu merek dagang yang diajukan berupa produk makanan dan minuman virtual, termasuk NFT. Sisanya, pengajuan hak paten untuk pengoperasian restoran virtual online yang menampilkan pengiriman makanan ke rumah.

Kemudian merek dagang untuk layanan hiburan dan acara di bawah McDonalds dan McCafe, termasuk konser aktual dan virtual online. Merek dagang ini akan melindungi gagasan restoran McDonalds di metaverse yang dapat menjual makanan virtual dan dunia nyata.

Tak mau kalah, jaringan toko roti di Amerika, Panera Bread juga mengajukan merek dagang untuk Paneraverse pada 3 Februari lalu yang mencakup NFT, layanan hiburan virtual, dan program hadiah virtual.

Sementara Nike telah mendirikan Metaverse Studio dan telah mematenkan rencana untuk aset virtual mulai dari avatar hingga cryptokicks. Sementara Gucci, Microsoft, dan Crocs tengah mencari karyawan untuk mengerjakan penawaran metaverse mereka.

Samsung sudah lebih dulu dengan menggelar peluncuran ponsel Galaxy S22 melalui metaverse pekan lalu. Peluncuran ini dapat disaksikan di platform virtual reality, Decentraland, yang masih satu bagian dari metaverse.

Samsung memiliki gedung virtual di Decentraland yang beralamat di 837X. Gedung yang diluncurkan Februari 2020 lalu ini juga merupakan taman bermain bagi penggiat kripto, karena dapat menghubungkan dompet kripto anggota dan membeli sebidang tanah sebagai NFT.

Efek mentaverse juga sampai ke sektor properti. MetaMetric Solutions mencatat, penjualan properti di empat empat platform metaverse utama mencapai US$ 501 juta pada 2021. Diperkirakan penjualan properti secara virtual bisa mencapai hampir US$ 1 miliar tahun ini.

Sebuah laporan dari BrandEssence Market Research memperkirakan pasar properti metaverse akan tumbuh pada tingkat tahunan sebesar 31% per tahun dari 2022 hingga 2028.

Sejauh ini, penjualan properti terkonsentrasi pada empat perusahaan besar seperti Sandbox, Decentraland, Cryptovoxels, dan Somnium. Sandbox mendominasi pasar, dengan 62% dari lahan yang tersedia di empat platform dan tiga perempat dari semua penjualan lahan pada tahun 2022.

YouTube juga berencana mengembangkan blockchain dan metaverse tahun ini. Melalui teknologi tersebut, perusahaan berharap dapat menekan penipuan di pasar seni digital serta menawarkan pengalaman menonton untuk konten gim.

Selama setahun terakhir, layanan streaming terbesar di dunia ini berupaya untuk memberikan panduan yang lebih baik kepada pengguna tentang fitur-fitur mendatang di tengah meningkatnya persaingan dengan TikTok ByteDance Inc dan Instagram Meta Platforms Inc.

Sumber: Asiatoday

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali