Gempita.co – Kasus penipuan kerja di luar negeri, terutama di kawasan Asia Tenggara semakin marak.
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI mencatat kasus ini telah meningkat sejak Januari hingga September 2022.
Tercatat, 934 WNI sudah menjadi korban kasus penipuan tersebut di kawasan Asia Tenggara. Angka ini pun kemungkinan masih bertambah sebab masih banyak yang belum melapor ke KBRI negara terkait.
Adapun 934 WNI tersebut tersebar di lima negara, antara lain 639 kasus di Kamboja, 142 di Myanmar, 97 di Filipina, 35 di Laos, dan 21 di Thailand.
“Sejak Januari hingga September 2022, KBRI Phnom Penh telah menangani kasus WNI yang bekerja secara non prosedural dengan total 639 orang,” jelas Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (PWNI dan BHI) Kemenlu RI, Judha Nugraha dalam press briefing virtual, Jumat (7/10/2022).
Judha menjelaskan bahwa dari 639 WNI di Kamboja, sejumlah 442 WNI telah berhasil ditangani dan dipulangkan ke Indonesia. Sedangkan 166 orang lainnya masih dalam penanganan dan saati ini telah berada di safe house yang disiapkan KBRI Phnom Penh.
“Sedangkan 31 orang lainnya masih dikoordinasikan dengan Kepolisian Kamboja untuk dapat segera diselamatkan,” ujar Judha.
Judha menekankan kembali bahwa kasus online scam ini adalah insiden berulang dan oleh karenanya Kemenlu RI memperingatkan para WNI harus waspada dan lebih memperhatikan tentang tawaran kerja di luar negeri berbasis gaji besar dan persyaratan yang tidak masuk akal.
“Oleh karena itu kami tidak lelah mengimbau masyarakat agar berhati-hati terhadap tawaran bekerja di luar negeri melalui berbagai platform media sosial,” kata Judha.
Judha menegaskan agar masyarakat memastikan tawaran tersebut kredibel, dapat dikonfirmasi melalui UPT BP2MI di wilayah setempat maupun Dinas Ketenagakerjaan serta mencermati modus-modus penipuan yang ada.
Saat ini pemerintah Indonesia sedang mengupayakan dengan Kamboja membahas draft nota kesepahaman (MoU) soal memberantas kejahatan transnasional.
Dalam draft tersebut salah salah satunya adalah pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Kita akan segera percepat prosesnya agar dapat ditandatangani kedua negara,” tandasnya.
Sumber: ATN