Rekayasa Lelang Bank of India Indonesia Diduga Dilakukan Secara Kolektif Kolegial dan Tanpa SOP

Jakarta, Gempita.co – Sidang perkara dugaan tindak pidana perbankan dengan terdakwa Ningsih Suciati, mantan Dirut Bank of India Indonesia (BOII) kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (15/6/2020).

Sebanyak 3 orang saksi dari bank yang sebelumnya bernama Bank Swadesi ini dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ketiga saksi tersebut, Jamrozi, Kepala Departemen Kredit, Sinbad R. Hardjodipuro, Direktur Utama, dan Iwan Yuda Pramudhi, Direktur Kepatuhan.

Bacaan Lainnya

Dalam keterangannya, Jamrozi mengaku mengenal terdakwa Ningsih Suciati yang menghadiri sidang secara virtual.

“Terjadi penghapus bukuan di neraca, tapi membuat pembukuan tersendiri lagi untuk bisa tetap menagih debitur yaitu PT Ratu Kharisma (RK). Ada SOP yang dilanggar,” ungkap Jamrozi di hadapan Majelis Hakim pimpinan M. Sainal.

Terkait penghapusan buku juga dibenarkan oleh Sinbad R. Hardjodipuro, Dirut BOII saat memberikan keterangannya.

“Setelah terjadi lelang di rekening koran menunjukkan 0 tidak ada hutang, namun di OJK tertera ada tagihan Rp5 miliar dan muncul surat tagihan Rp8 miliar,” kata Sinbad.

Pihaknya juga mengirim surat somasi terkait tagihan kepada debitur yang seharusnya setiap 3 minggu, tapi ternyata dilakukan setiap 10 hari.

“Kemudian tidak direstruktur, terkait lelang seolah-olah kita pernah menawar asset, padahal yang menawar pihak ke-3 bernama Bapak Toto Kusdinar dari PT.Cendekiawan,” ungkapnya.

“Tidak sesuai SOP, karena memang SOP dapat berubah-berubah,” sambung Sinbad saat Majelis Hakim menanyakan SOP di bank yang dipimpinnya itu.

Pada kesempatan itu, ia menyebut semua putusan lelang adalah perbuatan kolektif kolegial, yaitu Komite Kredit dan para Direksi. Sinbad juga mengakui mengenal terdakwa yang saat ini berada di penjara atas tindak pidana di Bank Yudha Bhakti.

Sementara itu, keterangan saksi Iwan Yuda Pramudhi, selaku Direktur Kepatuhan tak jauh berbeda dengan kedua saksi. Ia juga mengakui terjadi penghapusan buku debitur dalam neraca dan muncul tagihan lainnya.

“Lelang murah pakai apraisal internal bank, tanpa pikir akibat negatifnya ke debitur dan bahkan masih menagih lagi,” katanya.

Senada dengan keterangan Sinbad, Iwan juga mengatakan hal yang serupa. Ia menyatakan ada SOP yang dilanggar, adanya surat somasi ke debitur setiap 10 hari yang seharusnya setiap 3 minggu dan mengatakan tidak bisa restruktur.

“Belum kolektibilitas 5 sudah kredit diputus dan dilakukan lelang. Lelang tanpa apraisal,” ungkap Iwan.

Diduga Berbohong
Usai sidang, saksi korban Khisor mengatakan Bank of India Indonesia merasa kebal hukum dan menduga Sinbad memberi keterangan bohong, karena mengatakan tidak tahu atas kasus tersebut.

“Dia yang memberi kuasa tahun 2018 untuk menagih lagi Rp8,1 miliar, termasuk lapor ke Polisi dan dia sempat mengundang saya untuk bertemu pada tahun 2016 di Apartment Ambasador untuk membahas kasus lelang tersebut,” ungkap Dirut PT RK itu.

“Atas keterangan ketiga saksi ini, semakin menguatkan bahwa terdakwa tidak sendiri, silahkan Anda simpulkan sendiri arti kolektif kolegial dan tanpa direstruktur, serta dilelang murah tanpa diapraisal dan masih menagih lagi,” tambah Khisore.

Sementara itu, ketiga saksi menolak dikonfirmasi kembali atas keterangan yang disampaikan dalam persidangan. Mereka langsung bergegas menghindari wartawan yang meliput jalannya persidangan.

Dalam perkara ini, terdakwa Ningsih merupakan residivis tindak pidana perbankan yang kembali terjerat perkara serupa. Selain Ningsih, 20 orang tersangka lainnya yang diduga telah merekayasa lelang atas agunan kredit PT RK juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Dirtipideksus Bareskrim Polri.

Pos terkait