Kejagung Belum ada Rencana Waktu dekat Eksekusi Mati Herry Wirawan, Ini Alasannya

Gempita.co-Kejaksaan Agung (Kejagung) tak akan langsung mengeksekusi mati terdakwa kasus pemerkosaan belasan santri Herry Wirawan dalam waktu dekat.

Hal tersebut disampaikan Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana merespons putusan Mahkamah Agung (MA) yang tetap menjatuhi hukuman mati terhadap Herry Wirawan.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Ketut mengatakan Jaksa Agung ST Burhannudin belum memiliki program untuk mengeksekusi para terpidana mati. Ia menyebut eksekusi Herry Wirawan masih belum bisa dilaksanakan dalam waktu dekat.

“Bukan artinya kita menghindari, tetapi belum ada program untuk ke sana,” kata Ketut di sela-sela Rakernas Kejagung di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Rabu (4/1).

Meski proses eksekusi mati belum dilakukan, ia menegaskan bukan berarti kejaksaan mengantungkan nasib para terpidana mati.

Ketut menyadari bahwa proses eksekusi mati seorang terpidana tidaklah mudah. Menurutnya, ada unsur hak asasi manusia (HAM) yang harus dipertimbangkan.

Selain itu, kejaksaan juga masih menghargai upaya hukum lain yang masih dimiliki terpidana, seperti pengajuan grasi, amnesti, dan peninjauan kembali (PK).

“Untuk melaksanakan hukuman mati itu prosesnya sangat panjang, terkait dengan (sorotan) dunia internasional, terkait dengan citra kejaksaan, dan negara,” ujarnya.

Herry Wirawan tetap divonis mati oleh Mahkamah Agung (MA) melalui putusan kasasi nomor 5642 K/PID.SUS/2022.

Putusan kasasi diketuk pada Kamis (8/12/2022) oleh majelis hakim yang diketuai Sri Murwahyuni dengan hakim anggota Hidayat Manao dan Prim Haryadi. Majelis hakim menolak kasasi yang diajukan Herry maupun jaksa penuntut umum.

Di pengadilan tingkat banding sebelumnya, Herry juga tetap divonis mati. Vonis tersebut mengoreksi putusan pengadilan tingkat pertama yang menghukum Herry dengan pidana penjara seumur hidup.

Majelis hakim tingkat banding juga menghukum Herry untuk membayar restitusi alias uang pengganti kerugian terhadap korban perkosaan, mengoreksi putusan pengadilan tingkat pertama yang membebankan restitusi kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

 

 

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali